Belajar tentang Lisensi Merek dari Kasus Justin Bieber dan H&M

Belajar tentang Lisensi Merek dari Kasus Justin Bieber dan H&M

“Lisensi merek harus didasarkan dari perjanjian antara pemilik merek terdaftar dan pihak yang akan menggunakan hak eksklusifnya.”

Dilansir dari cnnindonesia.com (20/12/2022), ritel pakaian merek H&M baru-baru ini merilis koleksi busana dan aksesori yang menampilkan foto penyanyi ternama, Justin Bieber. Hal ini ternyata membuat penyanyi terkenal tersebut marah. Ia menuduh H&M telah menjual koleksi dengan foto dirinya tanpa persetujuannya.

Justin Bieber pun mengungkapkan kemarahannya lewat akun Instagram resmi miliknya. Ia mengecam H&M dan menyarankan para penggemarnya untuk tidak membeli barang-barang dari koleksi tersebut.

Namun, H&M mengaku telah memiliki izin dengan pihak Justin Bieber. Walau begitu, akhirnya pihak H&M memutuskan untuk menarik produk tersebut dari pasar untuk menghormati sang artis.

Sebagai informasi, nama “Justin Bieber” telah terdaftar sebagai trademark (merek dagang) di pangkalan data Kantor Paten dan Merek Dagang Amerika Serikat (United States Patent and Trademark Office/USPTO).

Mengutip dari gerbenlaw.com, tujuan dari pendaftaran merek dagang “Justin Bieber” adalah untuk melindungi namanya jika digunakan pihak lain untuk penjualan pakaian, wewangian, alat musik, layanan hiburan, mainan, dan sebagainya.

Jadi, jika ada yang ingin menggunakan merek dagang “Justin Bieber” untuk penjualan produknya, maka harus memerlukan lisensi dari sang pemilik merek. Hal ini tercantum dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU 20/2016).

Lantas, bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan terjadi sengketa lisensi merek di Indonesia? Simak pembahasan lebih lanjut dalam artikel berikut.

Baca selengkapnya: Pendaftaran Merek, Solusi agar Bisnismu Aman

Definisi

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain berdasarkan perjanjian secara tertulis sesuai peraturan perundang-undangan untuk menggunakan merek terdaftar (Pasal 1 angka 18 UU 20/2016).

Kemudian, pemilik merek terdaftar dapat memberikan lisensi kepada pihak lain untuk menggunakan merek tersebut, baik sebagian maupun seluruh jenis barang dan/atau jasa (untuk melaksanakan hak eksklusif pemilik merek terdaftar).

Oleh karena itu, diperlukan perjanjian lisensi antara pemilik merek terdaftar dan pihak yang akan menggunakan hak eksklusif tersebut. Perjanjian lisensi harus dicatatkan pada Kementerian Hukum dan HAM.

Hal ini diatur lebih lanjut dalam UU 20/2016 dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual.

Akibat Hukum Penggunaan Merek Tanpa Lisensi

Penggunaan nama secara komersial tanpa izin atas suatu merek yang telah terdaftar untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan (tanpa lisensi) merupakan suatu pelanggaran merek.

Salah satu akibat hukumnya adalah jeratan sanksi pidana terhadap pelanggar merek. Sanksi pidana terkait ketiadaan lisensi terhadap produk jualannya setidaknya meliputi (Pasal 100 ayat (1) dan (2) UU 20/2016):

  1. Setiap orang yang tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya,
    • Pidana penjara, paling lama 5 tahun; dan/atau
    • Pidana denda, paling banyak Rp2 miliar.
  1. Setiap orang yang tanpa hak menggunakan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain,
    • Pidana penjara paling lama 4 tahun; dan/atau
    • Pidana denda, paling banyak Rp2 miliar.

Namun, perlu diingat bahwa sanksi pidana dapat menjerat pelanggar merek jika ada delik aduan dari pihak yang dirugikan.

Upaya Hukum dalam Sengketa Lisensi Merek

Selain jerat sanksi pidana, sengketa merek juga dapat diselesaikan dengan jalur perdata. Atau dengan kata lain, penyelesaian sengketa melalui gugatan di pengadilan niaga yang berada di lingkungan peradilan umum.

Pemilik merek terdaftar dan/atau penerima lisensi merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa (Pasal 83 ayat (1) UU 20/2016):

  1. Gugatan ganti rugi; dan/atau
  2. Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.

Namun, perlu diketahui bahwa penyelesaian sengketa merek juga dapat dilakukan di luar pengadilan. Inilah yang disebut alternatif penyelesaian sengketa (APS) atau arbitrase (Pasal 93 UU 20/2016).

Masih bingung dengan prosedur pendaftaran merek untuk bisnis? Langsung saja hubungi Prolegal dengan klik tautan berikut: Layanan Pendaftaran Merek.

Author: Ryan Apriyandi

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in ,