Catat! Perdagangan Besar dan Eceran Tak Boleh Digabung dalam Satu Usaha!

Catat! Perdagangan Besar dan Eceran Tak Boleh Digabung dalam Satu Usaha!

Catat! Perdagangan Besar dan Eceran Tak Boleh Digabung dalam Satu Usaha!

Distributor dan agen dilarang mendistribusikan barang secara eceran atau secara langsung kepada konsumen.”

Dalam mengurusan perizinan berusaha untuk kegiatan usaha perdagangan, pelaku usaha perlu memperhatikan salah satu hal penting, yakni perdagangan besar dan perdagangan eceran tidak bisa digabung di dalam satu usaha, lho!

Ketentuan ini tertera dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22/M-DAG/PER/3/2016 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum Distribusi Barang (Permendag 22/2016), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 66 Tahun 2019 (Permendag 66/2019).

Ketentuan tersebut menyatakan bahwa, pelaku usaha distribusi secara tidak langsung hanya dapat mendistribusikan barang kepada:

  • Bagi distributor: Produsen, sub distributor, grosir, perkulakan, dan/atau pengecer.
  • Bagi agen: Produsen, sub agen, grosir, perkulakan, dan/atau pengecer.

Distributor dan agen dilarang mendistribusikan barang secara eceran atau secara langsung kepada konsumen (Pasal 19 Permendag 22/2016). Adapun, pelaku usaha distribusi yang dapat mendistribusikan atau memasarkan barang secara langsung kepada konsumen ialah pengecer.

Ketentuan ini lagi-lagi ditegaskan pada Pasal 55 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan (PP 29/2021), yang mengatur bahwa produsen, distributor, dan grosir/perkulakan dilarang mendistribusikan barang secara eceran kepada konsumen.

Menurut Pasal 1 angka 14 Permendag 22/2016, pengecer adalah, “pelaku usaha distribusi yang kegiatan pokoknya memasarkan barang secara langsung kepada konsumen.” Sementara definisi distributor menurut Pasal 1 angka 8 Permendag 22/2016 adalah, “pelaku usaha distribusi yang bertindak atas namanya sendiri dan atas penunjukan dari produsen atau supplier atau importir berdasarkan perjanjian untuk melakukan kegiatan pemasaran barang.” Sedangkan, menurut Pasal 1 angka 10 Permendag 22/2016, agen merupakan, “pelaku usaha distribusi yang bertindak sebagai perantara untuk dan atas nama pihak yang menunjuknya berdasarkan perjanjian untuk melakukan kegiatan pemasaran barang.” Sehingga, pelaku usaha yang menjual barang tidak secara langsung dan tidak dalam bentuk eceran atau satuan ini bisa disebut melakukan perdagangan besar.

Perbedaan antara perdagangan besar dan perdagangan eceran secara konkret bisa dilihat pada perbedaan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang menaunginya. Perdagangan besar memiliki awalan kode KBLI 46, sementara perdagangan eceran KBLI 47.

Sebagai contoh, bidang usaha dalam KBLI 46, diantaranya Perdagangan Besar Komputer dan Perlengkapan Komputer (KBLI 46511) dan Perdagangan Besar Hasil Pertanian dan Hewan Hidup Lainnya (KBLI 46209). Sementara dalam KBLI 47, diantaranya Perdagangan Eceran Khusus Peralatan Olahraga di Toko (KBLI 47630) dan Perdagangan Eceran Minuman Tidak Beralkohol (KBLI 47222).

Nah, jika pelaku usaha mencoba menggabungkan dua KBLI ini dalam satu usaha ketika memohonkan Nomor Induk Berusaha (NIB) pada OSS-RBA, NIB tersebut tidak akan terbit, lho!

Selain terkendala penerbitan perizinan berusaha, pelaku usaha perdagangan besar yang menjual barang secara eceran, juga dapat dikenai sanksi berupa (Pasal 166 ayat (1) dan ayat 2 PP 29/2021):

  • Teguran tertulis.
  • Penarikan barang dari distribusi.
  • Penghentian sementara kegiatan usaha.
  • Penutupan gudang.
  • Denda.
  • Pencabutan perizinan berusaha.

Sanksi tersebut dapat diterapkan baik secara bertahap maupun tidak.

Ingin mengurus perizinan berusaha untuk bisnis dagang Anda? Prolegal siap membantu!

Author: Aleyna Azzahra Badarudin

Posted in