Eksekusi terhadap Objek Jaminan Fidusia jika Debitur Cedera Janji

Eksekusi terhadap Objek Jaminan Fidusia jika Debitur Cedera Janji

Eksekusi terhadap Objek Jaminan Fidusia jika Debitur Cedera Janji

“Kreditur harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri.”

Jaminan fidusia diharapkan memberi kemudahan bagi masyarakat, terutama para pelaku usaha. Supaya ada nilai hukumnya, maka harus dilakukan perjanjian antara dua pihak.

Dua pihak yang terlibat dalam perjanjian jaminan fidusia di antaranya debitur (pemberi fidusia) dan kreditur (penerima fidusia).

Di sisi lain, tidak dapat dipungkiri bahwa debitur bisa saja melakukan cedera janji (wanprestasi).

Hal ini akan merugikan kreditur, salah satunya mereka dilarang untuk menikmati atau memiliki benda jaminan fidusia tersebut. Kreditur hanya berhak untuk menjual benda jaminan tersebut.

Maka, bagaimana akibat hukum bagi debitur akibat melakukan wanprestasi? Simak pembahasan lebih lanjut dalam artikel berikut.

Definisi Fidusia

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia).

Kemudian, Rachmadi Usman (2021) dalam jurnalnya “Makna Pengalihan Hak Kepemilikan Benda Objek Jaminan Fidusia Atas Dasar Kepercayaan”, mengartikan fidusia sebagai penyerahan hak milik atas suautu benda secara kepercayaan sebagai agunan (jaminan) bagi pelunasan piutang kreditur.

Objek Jaminan Fidusia

Jaminan fidusia merupakan hak jaminan atas (Pasal 1 angka 2 UU 42/1999):

  1. Benda bergerak, yang terdiri dari:
    • Berwujud; atau
    • Tidak berwujud.
  2. Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.

Namun, perlu diketahui bahwa objek jaminan fidusia ini tidak berlaku terhadap:

  1. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar.
  2. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 M3 atau lebih.
  3. Hipotek atas pesawat terbang.
  4. Gadai.

Selanjutnya, diketahui bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi (Pasal 4 UU 42/1999).

Hak yang Diperoleh Penerima Fidusia

Apabila debitur (pemberi fidusia) cedera janji, maka penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri (Pasal 15 ayat (3) UU 42/1999).

Namun, patut diperhatikan bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, frasa “cedera janji” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Merujuk Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, frasa “cedera janji” harus dimaknai bahwa adanya cedera janji tidak bisa ditentukan secara sepihak oleh kreditur. Sebelumnya, harus ada perjanjian antara debitur dan kreditur terkait benda yang dijadikan objek jaminan fidusianya.

Kemudian, jika dalam perjanjian tidak membicarakan terkait cedera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan jaminan fidusianya akan diambil paksa oleh kreditur, maka penyelesaiannya harus melalui upaya hukum. Tujuannya untuk menentukan ada atau tidaknya cedera janji oleh debitur atas objek jaminan fidusia.

Akibat Hukum bagi Debitur yang Cedera Janji

Eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara (Pasal 29 ayat (1) UU 42/1999):

  1. Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia;
  2. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan; atau
  3. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak.

Selain itu, Pasal 30 UU 42/1999 mengatur bahwa pemberi fidusia (debitur) wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia.

Kemudian dalam penjelasan Pasal 30 UU 42/1999, disebutkan:

“Dalam hal pemberi fidusia tidak menyerahkan benda yang menjadi objek
jaminan fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, penerima fidusia berhak
mengambil benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang.”

Perlu diketahui, frasa “pihak yang berwenang” dari penjelasan Pasal 30 UU 42/1999 bukanlah aparat kepolisian. Hal ini dijelaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor  71/PUU-XIX/2021, bahwa “pihak yang berwenang” yang dimaksud adalah pengadilan negeri.

Dilansir dari situs resmi Mahkamah Konstitusi RI, Aswanto yang saat itu masih menjadi Hakim Konstitusi menyatakan bahwa kewenangan aparat kepolisian hanya terbatas mengamankan jalannya eksekusi bila diperlukan. Artinya, bukan sebagai bagian dari pihak eksekutor.

Namun, jika ada tindakan yang mengandung unsur-unsur pidana, maka aparat kepolisian berwenang untuk terlibat dalam penegakan hukum pidananya.

Syarat Pengamanan oleh Aparat Kepolisian terhadap Eksekusi Jaminan Fidusia

Upaya untuk mengamankan jalannya eksekusi jaminan fidusia diatur dalam Pasal 6 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia (Perkap 8/2011).

Adapun syarat yang harus dipenuhi kreditur atau penerima fidusia agar bisa meminta bantuan polisi saat menjalankan eksekusi jaminan fidusia meliputi (Pasal 6 Perkap 8/2011):

  1. Ada permintaan dari pemohon.
  2. Objek tersebut memiliki akta jaminan fidusia.
  3. Objek jaminan fidusia terdaftar pada kantor pendaftaran fidusia.
  4. Objek jaminan fidusia memiliki sertifikat jaminan fidusia.
  5. Jaminan fidusia berada di wilayah Negara Indonesia.

Permohonan untuk pengamanan eksekusi jaminan fidusia harus diajukan secara tertulis oleh penerima jaminan fidusia atau kuasa hukumnya.

Kemudian, permohonan tersebut diserahkan kepada Kepala Polisi Daerah (Kapolda) atau Kepala Polisi Resor (Kapolres) tempat eksekusi dilaksanakan.

Sebagai tambahan, pemohon wajib melampirkan surat kuasa dari penerima jaminan fidusia bila permohonan diajukan oleh kuasa hukum penerima jaminan fidusia (Pasal 7 Perkap 8/2011).

Tahap Pelaksanaan Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia

Tindakan yang harus dilakukan untuk mengamankan jalannya eksekusi jaminan fidusia, antara lain (Pasal 18 ayat (1) Perkap 8/2011):

  1. Melakukan imbauan kepada pihak yang tidak berkepentingan agar meninggalkan lokasi eksekusi.
  2. Melakukan pengamanan ketat saat terjadi dialog dan negosiasi antara pelaksana eksekusi dengan tereksekusi.
  3. Melindungi pelaksana eksekusi dan/atau pemohon, tereksekusi, dan masyarakat yang ada di lokasi.
  4. Mengamati, mengawasi, dan menandai orang-orang yang berupaya menghambat atau menghalangi eksekusi.
  5. Mengamankan dan mengawasi benda dan/atau barang yang akan dieksekusi.

 

Mau dibantu untuk ngurus akta jaminan fidusia? Prolegal menjadi solusi konsultasi Anda!

Author: Ryan Apriyandi

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in