Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK) Sudah Tidak Berlaku, Apa Gantinya?

Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK) Sudah Tidak Berlaku, Apa Gantinya?
Ilustrasi dokumen perizinan berusaha. | Sumber foto: Gabrielle Henderson/unsplash.com

“Keberadaan izin usaha mikro kecil kini resmi hilang.”

Sebagai sektor yang penuh potensi, usaha mikro dan kecil (UMK) mampu menciptakan lapangan kerja baru, mendorong inovasi, dan memberikan kontribusi yang berharga bagi perekonomian negara. 

Sayangnya, walau memiliki peran penting, UMK seringkali menghadapi kendala dalam pengurusan legalitas usahanya.

Sebab, pengurusan izin usaha mikro kecil (IUMK) sebelumnya dianggap sebagai proses yang berbelit-belit dan memakan waktu. 

Maka, untuk mempermudah dan menyederhanakan proses tersebut, pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU 11/2020) telah menghadirkan kebijakan yang memberikan kemudahan dalam pengurusan legalitas UMK.

Namun, perlu diketahui bahwa saat ini UU 11/2020 telah digantikan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU 6/2023).

Salah satu perubahan penting yang diperkenalkan adalah penggantian izin usaha mikro kecil dengan sistem perizinan tunggal yang disebut Nomor Induk Berusaha (NIB).

Lantas, bagaimana mekanisme pengurusan NIB yang menggantikan IUMK?

Baca juga: Izin Usaha, Kunci untuk Pengembangan Bisnis

Definisi UMK

Aturan main UMK kini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (PP 7/2021).

Dalam hal ini, terdapat dua kriteria yang mendefinisikan usaha mikro, antara lain:

  1. Modal usaha paling banyak Rp 1 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha (Pasal 35 ayat (3) huruf a PP 7/2021); atau
  2. Hasil penjualan tahunan sampai dengan paling banyak Rp 2 miliar (Pasal 35 ayat (5) huruf a PP 7/2021).

Sedangkan, usaha kecil memiliki kriteria sebagai berikut:

  1. Modal usaha lebih dari Rp1 miliar sampai paling banyak Rp5 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha (Pasal 35 ayat (3) huruf b PP 7/2021); atau
  2. Hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2 miliar sampai dengan paling banyak Rp15 miliar (Pasal 35 ayat (5) huruf b PP 7/2021).

Baca juga: 10 Pola Kemitraan untuk Pengembangan UMKM

IUMK: Perizinan Berusaha UMK Sebelum Rezim Cipta Kerja

Sebelumnya, agar suatu UMK memperoleh legalitas atas kegiatan usahanya, diperlukan suatu dokumen perizinan yang dinamakan IUMK.

Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2014 tentang Perizinan untuk Usaha Mikro dan Kecil (Perpres 98/2014).

IUMK diberikan kepada pelaku usaha mikro dan kecil sesuai persyaratan yang ditentukan oleh pemerintah kabupaten/kota (Pasal 3 ayat (2) Perpres 98/2014).

Adapun dalam praktiknya, proses pengurusan IUMK seringkali dianggap rumit dan memakan waktu. 

IUMK kerap kali membuat pelaku usaha harus melalui berbagai tahap dan persyaratan administratif yang kompleks, termasuk pengajuan dokumen, pembayaran biaya, dan pemeriksaan.

Semua tahapan tersebut jelas memerlukan waktu dan upaya yang signifikan. 

Hal inilah yang menyebabkan UMK menjadi terkendala. Apalagi jika memiliki sumber daya dan kapasitas yang terbatas.

Oleh karena itu, kini melalui pemerintah mempermudah birokrasi perizinan berusaha bagi UMK dengan cara memangkas tahapan-tahapan yang dirasa tidak perlu.

Baca juga: KBLI Banyak dalam Satu NIB, Apakah Boleh?

IUMK Resmi Diganti NIB

Pasca rezim cipta kerja, kini UMK hanya perlu untuk mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai legalitas usahanya.

NIB adalah bukti registrasi/pendaftaran pelaku usaha untuk melakukan kegiatan usaha dan sebagai identitas dalam pelaksanaan kegiatan usahanya (PP 5/2021).

Dalam hal ini, NIB dapat berfungsi sebagai perizinan tunggal kegiatan usaha apabila kegiatan usaha UMK tersebut tergolong kedalam kegiatan usaha dengan tingkat risiko rendah (PP 5/2021).

Dengan kata lain, apabila UMK tergolong dalam usaha dengan tingkat risiko rendah, maka UMK tidak perlu untuk mengurus perizinan berusaha lainnya guna menjalankan kegiatan usahanya.

Kecuali, jika ada persyaratan tertentu untuk memenuhi Perizinan Berusaha untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB UMKU).

Adapun untuk menentukan tingkat risiko dari masing-masing kegiatan usaha, maka pelaku usaha dapat melihatnya melalui informasi Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).

Baca juga: Cara Membuat Surat Izin Usaha Perdagangan Distributor serta Syarat dan Kewajibannya

Fungsi NIB selain Menjadi Pengganti IUMK

Selain sebagai perizinan, NIB sejatinya memiliki fungsi bagi jalannya usaha.

Beberapa di antaranya disebutkan dalam PP 5/2021 dan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Fasilitas Penanaman Modal (Peraturan BKPM 4/2021).

Fungsi NIB yang dimaksud meliputi:

  1. Berlaku sebagai angka pengenal impor (API) dan hak akses kepabeanan.
  2. Pendaftaran pelaku usaha untuk BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
  3. Mendapatkan pendampingan untuk membuat sertifikat halal.
  4. Merekam atau menyimpan data pelaku usaha.
  5. Memperoleh fasilitas pembiayaan dari perbankan.
  6. Berpeluang untuk mendapatkan pelatihan.
  7. Berkesempatan untuk pengadaan (tender) barang/jasa pemerintah.
  8. Memperoleh insentif dan berbagai kemudahan perizinan berusaha lainnya dari pemerintah.
  9. Memperoleh kemudahan untuk dilakukan kemitraan dengan usaha menengah dan usaha besar.
  10. Berpotensi untuk mengembangkan usahanya.
  11. Mendapat jaminan perlindungan dari pemerintah.

Baca juga: 3 Hal Penting untuk Pengusaha Pemula

Tata Cara Pembuatan NIB bagi UMK

Pertama, pelaku usaha perlu untuk menyiapkan sejumlah data yang nantinya akan berfungsi sebagai dokumen administratif perolehan NIB ini.

Bagi pemohon perorangan, data yang perlu disiapkan yakni (Peraturan BKPM 4/2021):

  1. Nama dan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
  2. Alamat tinggal.
  3. Bidang usaha.
  4. Lokasi penanaman modal.
  5. Besaran rencana penanaman modal.
  6. Rencana penggunaan tenaga kerja.
  7. Nomor kontak usaha.
  8. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pelaku usaha perseorangan.
  9. Rencana permintaan fasilitas fiskal, kepabeanan, dan/atau fasilitas lainnya.

Baca juga: Pola Kemitraan, Rahasia Sukses untuk Bisnis Pemula

Sementara itu, jika Anda merupakan pelaku usaha nonperseorangan (badan usaha), maka akan diminta untuk memberikan data berikut (Peraturan BKPM 4/2021):

  1. Nama badan usaha.
  2. Jenis badan usaha.
  3. Status penanaman modal.
  4. Nomor akta pendirian atau nomor pendaftaran beserta pengesahannya.
  5. Alamat korespondensi.
  6. Besaran rencana penanaman modal.
  7. Data pengurus dan pemegang saham.
  8. Negara asal penanaman modal, jika terdapat penanaman modal asing (PMA).
  9. Maksud dan tujuan badan usaha.
  10. Nomor telepon badan usaha.
  11. Alamat email badan usaha.
  12. NPWP badan usaha.

Baca juga: Jangan Asal Tanam Modal, Ini Daftar Bidang Usaha yang Dilarang

Jika data-data tersebut dilengkapi, maka terdapat beberapa tahapan lanjutan yang harus dilakukan pelaku usaha, yakni:

  1. Membuka laman Online Single Submission (OSS).
  2. Klik tombol “Daftar” yang berada di bagian pojok kanan atas untuk melakukan pendaftaran dan mengisi sejumlah data, seperti:
  3. Lakukan aktivasi akun melalui email, klik tombol “Aktivasi” untuk mengaktifkan akun OSS.
  4. Login pada laman Sistem OSS untuk masuk ke halaman dashboard pelaku usaha. 
  5. Pilih “Pengajuan Baru” yang ada di sisi paling kiri.
  6. Mengisi semua data pribadi dan perusahaan.
  7. Klik tombol “Simpan Data”.
  8. Selanjutnya, memroses dan mengunduh NIB.
  9. NIB terbit.

Mau urus izin usaha untuk UMK di sistem OSS terbaru, tapi masih bingung caranya? Serahkan saja semuanya pada Prolegal!

Author: Adhityo Adyahardiyanto

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in ,