Legalitas Perusahaan Asuransi di Balik Pencabutan Izin Usaha Wanaartha Life

Legalitas Perusahaan Asuransi di Balik Pencabutan Izin Usaha Wanaartha Life

Legalitas Perusahaan Asuransi di Balik Pencabutan Izin Usaha Wanaartha Life

“Walaupun izin usaha asuransi diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kewajiban untuk memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) jangan sampai dilupakan.”

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini mencabut izin usaha PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life) karena perusahaan tidak dapat memenuhi rasio solvabilitas (risk based capital) sesuai ketentuan yang berlaku.

Dilansir dari siaran pers OJK, kondisi ini terjadi karena perusahaan tidak mampu menutup selisih kewajiban dengan aset, baik melalui setoran modal oleh pemegang saham pengendali atau mengundang investor.

Sederhananya, risk based capital (RBC) merupakan tolok ukur tingkat kesehatan keuangan perusahaan asuransi.

Di sisi lain, RBC juga menjadi permasalahan bagi perusahaan asuransi. Sebab, jika tidak hati-hati dalam penambahan jumlah modal dan pengelolaannya, maka dapat menghasilkan keadaan yang tidak berimbang antara peningkatan modal dengan peningkatan pangsa pasar dan perolehan premi. Akibatnya, volume klaim meningkat dan menggerus modal yang ada.

Lantas, bagaimana ketentuan legalitas usaha untuk perusahaan asuransi?

Izin Usaha Perusahaan Asuransi

Perusahaan perasuransian harus merupakan badan usaha berbadan hukum yang berbentuk perseroan terbatas (PT), koperasi, atau usaha bersama yang telah ada sebelum undang-undang perasuransian berlaku.

Pengaturan ini dimuat dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (UU 40/2014).

Sebelum menjalankan kegiatan usahanya, PT atau koperasi harus mengantongi izin dari OJK (Pasal 8 UU 40/2014).

Landasan yuridis izin usaha perusahaan asuransi diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 67/POJK.05/2016 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah (Peraturan OJK 67/POJK.05/2016).

Dalam peraturan tersebut, ketentuan modal disetor pada saat pendirian perusahaan asuransi paling sedikit sebesar Rp150 miliar. 

Selain itu, Peraturan OJK 67/POJK.05/2016 juga mengatur bahwa pada saat pengajuan izin usaha, perusahaan asuransi wajib memiliki dana jaminan paling sedikit 20 persen modal disetor minimum.

Dana jaminan perusahaan asuransi tersebut hanya bisa ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka dengan perpanjangan otomatis pada:

  1. Bank umum
  2. Bank umum syariah; atau
  3. Unit usaha syariah dari bank umum di Indonesia

Namun, bank dan unit usaha yang dimaksud bukan merupakan afiliasi dari perusahaan asuransi yang bersangkutan.

Sebagai catatan penting, perusahaan asuransi juga harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) terlebih dulu sebagai identitas menjalankan kegiatan usahanya.

KBLI untuk Perusahaan Asuransi Jiwa

Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) untuk Wanaartha Life dimungkinkan masuk dalam kode 65111 dengan judul “Asuransi Jiwa Konvensional).”

Uraian KBLI 65111 mencakup kelompok usaha asuransi jiwa yang diselenggarakan secara konvensional, dengan kegiatan usaha meliputi:

  1. Penyelenggaraan jasa penanggulangan risiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup; atau
  2. Pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

KBLI tersebut juga menyatakan bahwa kegiatan usaha ini termasuk tersebut menunjukkan jenis usaha dengan tingkat risiko tinggi.

Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, usaha dengan tingkat risiko tinggi memerlukan: (PP 5/2021)

  1. NIB.
  2. Izin yang harus disetujui oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah.
  3. Sertifikat Standar, jika diperlukan.

Namun, dalam keterangan situs resminya, Lembaga OSS hanya bertugas menerbitkan NIB saja.

Maka, permohonan perizinan berusaha untuk asuransi harus diajukan kepada OJK sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Kewajiban perusahaan asuransi yang telah memperoleh izin usaha yakni melaporkan penetapan Pengendali kepada OJK paling lama 6 (enam) bulan yang harus disampaikan oleh Direksi Perusahaan kepada OJK (Pasal 31 POJK 67/POJK.05/2016).

Ketentuan Dasar Risk Based Capital yang Berlaku di Indonesia

Dalam ketentuan Peraturan OJK Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, perusahaan wajib memenuhi tingkat solvabilitas atau RBC paling rendah 100 persen dari modal minimum berbasis risiko (MMBR).

MMBR adalah jumlah dana yang dibutuhkan untuk mengantisipasi risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan aset dan liabilitas.

Adapun target untuk tingkat solvabilitas internal (RBC internal) ditetapkan paling rendah 120 persen dari MMBR (Pasal 3 Peraturan OJK 71/POJK.05/2016).

Berarti, besarnya nilai aset bebas atau aset yang tersisa setelah perusahaan asuransi memenuhi kewajibannya minimal adalah 120% dari nilai risiko yang dihadapinya.

 

Minat mendirikan perusahaan asuransi sekaligus ngurus izin usahanya? Silakan konsultasi pada kami, Prolegal!

Author: Ryan Apriyandi

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in