Lisensi Merek, Perjanjian yang Meminimalisir Sengketa

Lisensi Merek, Perjanjian yang Meminimalisir Sengketa

“Jika ingin memakai merek terdaftar secara terang-terangan untuk dikomersilkan, maka pastikan harus memiliki perjanjian lisensi yang jelas.”

Tahukah kalian, bahwa terdapat beberapa kasus sengketa merek yang sempat menggemparkan Indonesia? Beberapa di antaranya adalah sengketa DC Comics  dan Wafer Superman, Toyota Lexus melawan ProLexus, hingga kasus Geprek Bensu milik Ruben Onsu.

Tentunya, kasus di atas membuat kita menyadari akan pentingnya membuat suatu perjanjian lisensi merek demi keberlangsungan usaha yang kita jalankan.

Selain itu, dengan membuat perjanjian lisensi merek akan meningkatkan keuntungan perusahaan kita.

Namun, sebelum membahas lebih jauh mengenai hal tersebut, mari kita definisikan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan lisensi.

Definisi Lisensi 

Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain berdasarkan perjanjian secara tertulis sesuai peraturan perundang-undangan untuk menggunakan merek terdaftar.

Definisi tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU 20/2016).

Selain itu, merujuk pada buku Masalah Pengaturan Alih Teknologi oleh Soemantoro, lisensi merupakan suatu perjanjian antara pemberi lisensi (licencor) dan penerima lisensi (licencee), yang dalam hal ini licencor dengan pembayaran dan kondisi tertentu memberikan izin kepada licencee untuk menggunakan hak atas kekayaan intelektualnya.

Jenis Perjanjian Lisensi Merek

Menurut Rahmi Jened dalam buku Hukum Merek (Trademark Law) dalam Era Global & Integrasi Ekonomi, perjanjian lisensi yang terkait dengan hak kekayaan intelektual (termasuk merek) dapat digolongkan sebagai berikut:

  1. Lisensi sukarela (voluntary licencing), yaitu didasarkan atas asas kebebasan berkontrak.
  2. Lisensi tidak sukarela (non-voluntary licencing), yaitu diberikan melalui putusan pengadilan dalam sengketa antara hukum anti-monopoli dan hukum hak kekayaan intelektual.
  3. Lisensi wajib (compulsory licencing), yaitu lisensi yang telah ditetapkan secara khusus dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini bertujuan untuk kepentingan umum dengan pembayaran kompensasi yang layak.

Baca juga: Pendaftaran Merek, Solusi agar Bisnismu Aman

Muatan Perjanjian Lisensi Merek

Secara umum, perjanjian lisensi harus memuat hal-hal sebagai berikut (Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pencatatan Perjanjian Lisensi Kekayaan Intelektual):

  1. Tanggal, bulan, tahun, dan tempat perjanjian lisensi ditandatangani;
  2. Nama dan alamat pemberi lisensi dan penerima lisensi;
  3. Objek perjanjian lisensi;
  4. Ketentuan mengenai lisensi bersifat eksklusif atau noneksklusif, termasuk sublisensi;
  5. Jangka waktu perjanjian lisensi;
  6. Wilayah berlakunya perjanjian lisensi; dan
  7. Pihak yang melakukan pembayaran biaya tahunan untuk paten (berlaku terhadap paten).

Kemudian, perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan sebagai berikut (Pasal 6 PP 36/2018):

  1. Merugikan perekonomian Indonesia dan kepentingan nasional Indonesia; 
  2. Memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam melakukan pengalihan, penguasaan, dan pengembangan teknologi; 
  3. Mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat; dan/atau
  4. Bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, nilai-nilai agama, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Tata Cara Permohonan Perjanjian Lisensi Merek

Setiap permohonan perjanjian lisensi merek wajib dicatatkan pada Kementerian Hukum dan HAM. Pengajuan ini dapat dilakukan, baik melalui media elektronik (daring) maupun nonekektronik (luring),

Adapun tata cara permohonan perjanjian lisensi merek harus melewati tahapan berikut (PP 36/2018 dan Modul Kekayaan Intelektual Bidang Merek dan Indikasi Geografis DJKI):

  1. Masuk pada laman https://dgip.go.id.
  2. Mengisi formulir permohonan yang telah disediakan.
  3. Melampirkan beberapa dokumen persyaratan, di antaranya:
  4. Pihak DJKI memeriksa tiap dokumen yang dilampirkan dalam permohonan pencatatan perjanjian lisensi. Pemeriksaan dokumen paling lama memakan waktu 5 hari.
  5. Jika dinyatakan belum lengkap, maka pemohon atau kuasanya dalam jangka waktu paling lama 30 hari, terhitung sejak tanggal pemberitahuan melengkapi kekurangan kelengkapan dokumen persyaratan tersebut.
  6. Jika dinyatakan lengkap dan sesuai, maka kantor DJKI menerbitkan surat pencatatan perjanjian lisensi dan mencatat dalam daftar umum perjanjian lisensi serta mengumumkannya dalam BRM dan laman resmi DJKI. 

Sebagai tambahan, apabila pemberi atau penerima lisensi bertempat tinggal atau berkedudukan di luar negeri dan/atau seorang warga negara asing (WNA), maka permohonan pencatatan perjanjian lisensi harus diajukan melalui kuasanya (Pasal 8 PP 36/2018).

Mau mendaftarkan merek agar identitas produk Anda aman? Jangan ragu untuk hubungi Prolegal!

Author: Praycillia Menik Tarigan

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in ,