Jangan Asal Tempel Label Halal, Ada Sanksi yang Menjerat!

Jangan Asal Tempel Label Halal, Ada Sanksi yang Menjerat!

“Pelaku usaha dapat melakukan sertifikasi terhadap produknya untuk memperoleh label halal secara sah berdasarkan hukum tanpa dibayang-bayangi ancaman sanksi.”

Mengkonsumsi produk halal bagi seorang muslim merupakan hal yang diwajibkan oleh agama Islam.

Mereka harus berhati-hati dalam memilih produk yang hendak dikonsumsinya karena mungkin saja produk tersebut mengandung hal-hal yang tidak halal (haram).

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mewajibkan pelaku usaha untuk melakukan sertifikasi halal bagi setiap produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di tanah air.

Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU 33/2014) sebagaimana beberapa ketentuannya diubah melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU (UU 6/2023).

Sayangnya, hingga kini masih ada pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dengan melakukan penempelan label halal pada produk secara asal. Hal ini memiliki dua kemungkinan.

Pertama, karena belum melakukan sertifikasi halal. Kedua, telah melakukan sertifikasi halal, tetapi di tengah proses produksinya terdapat perubahan bahan atau cara pembuatannya.

Jadi, belum diketahui pasti apakah bahan dan proses pembuatan produk tersebut benar-benar halal atau tidak.

Padahal, hal demikian juga dapat dijerat berbagai sanksi. Apa saja?

Sanksi jika Menempel Label Tanpa Sertifikasi Halal

Setiap produk yang mencantumkan label halal pada produknya sejatinya wajib untuk menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikat halal (Pasal 25 huruf b UU 33/2014).

Apabila ditemukan bahwa terdapat suatu kandungan haram pada produk yang telah mencantumkan label halal pada produknya, maka pelaku usaha tersebut dapat dijerat sanksi pidana dengan ketentuan berikut (Pasal 56 UU 33/2014):

  1. Penjara, maksimal 5 tahun; atau
  2. Denda maksimal Rp2 miliar.

Tidak berhenti sampai di situ.

Sejatinya, setiap pelaku usaha juga memiliki kewajiban untuk memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa kepada konsumennya.

Pelaku usaha yang menempelkan label halal tanpa adanya sertifikasi yang sah terlebih dulu, maka dapat dikatakan melanggar ketentuan tersebut.

Pelaku usaha yang terbukti melakukan perbuatan yang dilarang dan melanggar hak konsumen tersebut dapat digugat secara perdata.

Selain itu, juga dapat dijerat sanksi pidana berdasarkan UU 8/1999 tersebut.

Baca juga: Wajib Tahu! Inilah Ketentuan Mengurus Self-Declare untuk Sertifikasi Halal UMK

Sanksi jika Produksi Tidak Sesuai dalam Keterangan Label

Kasus ini terjadi pada pelaku usaha yang telah mengantongi sertifikat halal. Ditambah, telah melaksanakan kewajiban untuk menempelkan label halal pada produknya.

Namun, pelaku usaha yang bersangkutan malah melakukan hal tidak terpuji saat di tengah-tengah proses pembuatan produknya.

Contohnya, dalam sertifikat dan label halal jelas tidak tercantum keju. Namun, pelaku usaha diam-diam memberikan beberapa bongkah lelehan keju agar cita rasa produknya semakin lezat.

Padahal, keju tergolong dalam kategori bahan sangat kritis. Artinya, sangat berpotensi memiliki bahan haram (Keputusan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Nomor 57 Tahun 2021 tentang Kriteria Sistem Jaminan Produk Halal).

Jika hal tersebut terjadi, bukan tidak mungkin pelaku usaha dijerat deretan sanksi. Mulai dari sanksi administrarif hingga pidana.

Adapun ketentuan sanksi administratifnya adalah sebagai berikut:

  1. Peringatan tertulis;
  2. Denda administratif; atau
  3. Pencabutan Sertifikat Halal.

Kemudian, jika ditemukan kandungan haram pada produk yang telah mencantumkan label halal pada produknya, maka berikut sanksi pidananya (Pasal 56 UU 33/2014):

  1. Penjara, maksimal 5 tahun; atau
  2. Denda maksimal Rp2 miliar.

Sementara itu, pelaku usaha yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label juga merupakan pelanggaran hak konsumen (Pasal 8 huruf h UU 8/1999).

Sama seperti paparan pada subjudul sebelumnya, maka pelaku usaha dapat digugat secara perdata oleh konsumen.

Selain itu, juga dapat dijerat sanksi pidana berdasarkan ketentuan UU 8/1999.

Baca juga: Daftar Bahan Kritis Halal Suatu Produk

Syarat Mengurus Sertifikat Halal

Pelaku usaha sejatinya dapat dengan mudah melakukan sertifikasi halal terhadap produknya untuk memperoleh label tersebut secara sah berdasarkan hukum.

Selain menghindari jeratan sanksi, sertifikat halal dan label halal juga membuat tingkat kepercayaan konsumen meningkat.

Pelaku usaha dapat mengajukan permohonan sertifikat halal pada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama secara daring dengan membawa berbagai dokumen persyaratannya.

Hal ini diatur lebih lengkap dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (PP 39/2021).

Adapun dokumen pelengkap yang dimaksud meliputi (PP 39/2021):

  1. Data pelaku usaha, yang terdiri dari:
    • Nomor Induk Berusaha (NIB).
    • Perizinan berusaha lainnya (jika belum memiliki NIB, misalnya Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan sebagainya).
  2. Nama dan jenis produk
    • Harus sesuai dengan nama dan jenis produk yang akan disertifikasi halal.
  3. Daftar produk dan bahan yang akan digunakan, terdiri dari:
    • Bahan baku.
    • Bahan tambahan.
    • Bahan penolong.
  4. Dokumen pengolahan produk, meliputi:
    • Pembelian.
    • Penerimaan.
    • Penyimpanan bahan yang digunakan.
    • Pengolahan.
    • Pengemasan.
    • Penyimpanan produk jadi.
    • Distribusi.
  5. Dokumen sistem jaminan produk halal (sistem JPH).
    • Sistem JPH adalah suatu sistem yang terintegrasi disusun, diterapkan, dan dipelihara untuk mengatur bahan, proses produksi, produk, sumber daya, dan prosedur dalam rangka menjaga kesinambungan proses produk halal.

Jika telah melengkapi semua dokumen, maka pelaku usaha dapat mengajukan permohonan melalui https://ptsp.halal.go.id

Mau mendapatkan sertifikasi halal tapi bingung alur dan caranya? Serahkan saja semuanya pada Prolegal!

Author: Adhityo Adyahardiyanto

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in ,