Kartel Penimbunan Minyak Goreng, Berdampak pada Persaingan Usaha Tidak Sehat

Kartel Penimbunan Minyak Goreng, Berdampak pada Persaingan Usaha Tidak Sehat

Kartel Penimbunan Minyak Goreng, Berdampak pada Persaingan Usaha Tidak Sehat

Kartel Penimbunan Minyak Goreng Berdampak Persaingan Usaha Tidak Sehat

”Cari untung dengan jujur, jangan pernah tergiur untuk terjun ke dalam praktik kartel dan penimbunan barang.”

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melaporkan kasus kartel penimbunan minyak goreng yang dilakukan oleh 27 perusahaan yang tersebar dari berbagai daerah di Indonesia. Kepala KPPU Kantor Wilayah I Ridho Pamungkas mengatakan proses pemberkasan atau penyidikan telah dilakukan. Dengan begitu, kasus tersebut siap memasuki tahap persidangan.
Kasus kartel penimbunan minyak goreng ini telah diselidiki sejak 30 Maret 2022. Penyelidikan itu tertera dengan nomor registrasi 03-16/DH/KPPU.LID.I/III/2022 terkait Dugaan Pelanggaran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Produksi dan Pemasaran Minyak Goreng di Indonesia.

Nah, kartel dan penimbunan barang pokok termasuk dalam monopoli yang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dalam dunia bisnis.

Simak pembahasan lebih lanjut terkait kartel dan penimbunan barang dalam artikel berikut.

 

Definisi Kartel

Kartel adalah kerja sama atau perjanjian sejumlah perusahaan yang bersaing untuk mengkoordinasi kegiatannya, sehingga dapat mengendalikan jumlah produksi dan harga suatu barang dan/atau jasa. Tujuan utamanya adalah untuk memperoleh keuntungan di atas tingkat keuntungan yang wajar.

Pengertian di atas diambil dari modul Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang berjudul “Pedoman Penerapan Pasal 11 tentang Kartel Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat”.

Jika dilihat dari tujuannya, maka kartel bisa dikatakan juga sebagai upaya para pelaku usaha agar menghilangkan persaingan di antara mereka. Dengan kata lain, kartel dapat mengakibatkan praktik monopoli berjalan terhadap komoditas atau industri tertentu. 

 

Ciri-Ciri Kartel

KPPU juga merumuskan karakteristik dari praktik kartel, antara lain (Modul KPPU, “Pedoman Penerapan Pasal 11 tentang Kartel Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat):

  • Adanya konspirasi diantara beberapa pelaku usaha.
  • Melibatkan para senior eksekutif dari masing-masing perusahaan yang terlibat. 
  • Biasanya dengan menggunakan asosiasi untuk menutupi kegiatan mereka.
  • Melakukan price fixing atau penetapan harga.
  • Adanya ancaman atau sanksi bagi anggota yang melanggar perjanjian.
  • Adanya distribusi informasi kepada seluruh anggota kartel. 
  • Adanya mekanisme kompensasi dari anggota kartel yang produksinya lebih besar atau melebihi kuota terhadap mereka yang produksinya kecil atau mereka yang diminta untuk menghentikan kegiatan usahanya. 

 

Larangan Kartel

Larangan kartel dimuat jelas dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999), yang berbunyi:

“Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.”

 

Definisi Penimbunan

Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara hukum penimbunan adalah kegiatan ilegal dalam mengumpulkan barang-barang yang dibatasi kepemilikannya oleh undang-undang.

Penyebab pada umumnya adalah karena rasa khawatir tidak bisa memperoleh suatu barang jika terjadi kelangkaan atau kenaikan harga.

 

Barang yang Dilarang untuk Ditimbun

Merujuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, berikut jenis barang yang dilarang untuk ditimbun, antara lain:

  1. Barang kebutuhan pokok, meliputi:
    • Beras
    • Gula
    • Minyak goreng
    • Mentega
    • Daging sapi
    • Daging ayam
    • Telur ayam
    • Susu
    • Jagung
    • Kedelai
    • Garam beriodium 
  2. Barang penting, meliputi:
    • Pupuk
    • Semen
    • Bahan bakar minyak dan gas

Selain itu, terdapat beberapa penggolongan mengenai barang kebutuhan pokok dan barang penting yang dikendalikan oleh pemerintah.

Penggolongan tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting (Perpres 59/2020), antara lain:

  1. Barang Kebutuhan Pokok
    • Kebutuhan pokok hasil pertanian (beras, kedelai bahan baku tahu tempe, cabe dan bawang merah)
    • Kebutuhan pokok hasil industri (gula, minyak goreng dan tepung)
    • Kebutuhan pokok hasil peternakan (daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras dan ikan segar)
  2. Barang Penting
    • Benih (padi, jagung dan keledai)
    • Pupuk
    • Gas elpiji 3 kg
    • Triplek
    • Semen
    • Besi baja konstruksi
    • Baja ringan

Larangan Penimbunan Barang

Penimbunan barang jelas dilarang karena berujung pada praktik monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat.

Hal ini merujuk pada Pasal 29 ayat (1) UU 7/2014, yang berbunyi:

“Setiap pelaku usaha dilarang menyimpan barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan barang, gejolak harga dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang.”

Sanksi Kartel dan Penimbunan Barang

Praktik kartel dapat dikenakan sanksi pidana, dengan ketentuan (Pasal 48 ayat (1) UU 5/1999):

  1. Pidana denda, serendah-rendahnya Rp25 miliar dan setinggi-tingginya Rp100 miliar; atau
  2. Pidana kurungan pengganti denda, selama-lamanya 6 bulan.

Selain itu, merujuk Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, maka bisa dijerat juga dengan pidana tambahan, yang meliputi (Pasal 49 UU 5/1999):

  1. Pencabutan izin usaha;
  2. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 tahun dan
    selama-lamanya 5 tahun; atau
  3. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian pada pihak lain.

Sementara itu, setiap pelaku usaha yang melakukan penimbunan barang juga dijerat sanksi pidana dengan ketentuan (Pasal 107 UU 7/2014):

  1. Pidana penjara, paling lama 5 tahun; dan/atau
  2. Pidana denda, paling banyak Rp50 miliar.

Cari konsultan untuk ngurus izin usaha untuk jualan barang-barang pokok? Prolegal adalah tempatnya!

Author: Ryan Apriyandi

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in