Kasus Viral “Wine Halal” dari Sertifikasi Halal Self-Declare, Bagaimana Bisa?

Kasus Viral “Wine Halal” dari Sertifikasi Halal Self-Declare, Bagaimana Bisa?
Ilustrasi red wine. | Sumber foto: Kelsey Knight/unsplash.com

Kasus Viral “Wine Halal” dari Sertifikasi Halal Self-Declare, Bagaimana Bisa?

“Metode self-declare merupakan salah satu cara untuk memperoleh Sertifikat Halal dari BPJPH Kementerian Agama.”

Minuman beralkohol, termasuk wine, merupakan minuman yang dilarang menurut syariat hukum Islam sehingga tidak diperkenankan untuk mendapatkan sertifikasi halal. 

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (PP 39/2021), produk halal merupakan produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.

Namun bagaimana jika produk haram seperti wine ternyata ada yang mendapatkan Sertifikat Halal? Mari kita cek faktanya.

Baru-baru ini, terdapat kasus viral “wine halal” di media sosial.

Dikutip dari laman resmi Kementerian Agama (26/7/2023), terdapat produk red wine dengan merek Nabidz yang diklaim telah memiliki Sertifiat Halal dengan nomor ID131110003706120523.

Kementerian Agama memberikan klarifikasi bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) tidak pernah memberikan sertifikasi halal pada produk wine.

Sertifikat halal yang diterbitkan untuk merek Nabidz tersebut ditujukan untuk produk minuman jus buah anggur.

Diketahui bahwa penerbitan sertifikat halal produk tersebut menggunakan mekanisme self-declare. Kemudian, saat ini telah dilakukan pemblokiran sertifikat halal untuk produk jus buah anggur Nabidz.

Lantas, bagaimana prosedur sertifikasi halal dengan mekanisme self-declare?

Baca juga: Belajar dari Kasus Viral Baso A Fung dan Kerupuk Babi: Pentingnya Sertifikasi Halal

Sertifikasi Halal Self-Declare hanya untuk UMK

Pada dasarnya, setiap produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal (Pasal 2 ayat (1) 6 PP 39/2021).

Hal ini berlaku bagi seluruh pelaku usaha, mulai dari mikro, kecil, menengah, maupun besar terhadap produk olahannya.

Terdapat dua jalur untuk mengurus sertifikasi halal, yaitu reguler dan self-declare.

Seperti yang dikatakan sebelumnya, “wine halal” merek Nabidz yang viral tersebut mendapatkan Sertifikat Halal melalui jalur self-declare.

Self-declare atau pernyataan mandiri adalah jalur sertifikasi halal yang diperuntukkan bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) saja.

Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2021 tentang Sertifikasi Halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (Permenag 20/2021).

Baca juga: Menu Mie Gacoan Ganti Nama, Ada Hubungannya sama Sertifikat Halal?

Kriteria Pelaku UMK untuk Self-Declare

Adapun kriteria pelaku UMK yang dapat melakukan sertifikasi halal dengan jalur self-declare meliputi (Pasal 2 ayat (3) dan (4), Pasal 3, & Pasal 4 Permendag 20/2021):

  1. Produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya, dengan kriteria:
    • Bersertifikat halal atau termasuk dalam daftar positif;
    • Tidak menggunakan bahan berbahaya; dan/atau
    • Telah terverifikasi kehalalannya oleh Pendamping Proses Produk Halal (PPH).
  2. Proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana, dengan kriteria:
    • Menggunakan peralatan produksi dengan teknologi sederhana atau dilakukan secara manual dan/atau semi otomatis;
    • Proses produksi tidak mengalami proses iradiasi, rekayasa genetika, ozonisasi, dan penggunaan teknologi hurdle; atau
    • Lokasi, tempat, adan alat PPH sesuai dengan sistem Jaminan Produk Halal (JPH).
  3. Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) bagi pelaku UMK, dengan kriteria modal (Pasal 35 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021):
    • Usaha mikro, memiliki modal usaha sampai dengan paling banyak Rp1 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha); dan
    • Usaha kecil, memiliki modal usaha lebih dari Rp1 miliar sampai dengan paling banyak Rp5 miliar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha).

Baca juga: Daftar Bahan Kritis Halal suatu Produk

Mekanisme Self-Declare

Mekanisme self-declare dalam sertifikasi halal merupakan pernyataan mandiri pelaku usaha atas kehalalan produknya berdasarkan ketentuan yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Terdapat standar kehalalan dari mekanisme self-declare, yaitu (Pasal 2 ayat (6) Permenag 20/2021):

  1. Adanya pernyataan pelaku usaha yang berupa akad/ikrar yang berisi kehalalan produk dan bahan yang digunakan serta proses produk halal (PPH).
  2. Dilaksanakan dengan pendampingan PPH.

Selain itu, keterlibatan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam sertifikasi halal.

Pelaku usaha yang telah menyatakan mandiri bahwa produknya halal akan diserahkan pada BPJPH.

Kemudian, BPJPH akan menyerahkan pada MUI supaya dapat dilaksanakan sidang fatwa halal (Pasal 2 ayat (7) dan (8) Permenag 20/2021).

Dari sidang fatwa halal tersebut, MUI akan menetapkan kehalalan produk. Selanjutnya, dikembalikan lagi pada BPJPH untuk penerbitan sertifikat halal (Pasal 2 ayat (9) Permenag 20/2021).

Sedang mengurus legalitas bisnis untuk produk makanan dan minuman, namun masih bingung dengan tata caranya? Silakan konsultasi pada Prolegal, dengan cara klik di sini

Author: Genies Wisnu Pradana 

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in ,