Legalitas Usaha untuk Asuransi Umum

Legalitas Usaha untuk Asuransi Umum

“Legalitas asuransi umum meliputi perizinan dari OJK dan perizinan berusaha berbasis risiko.”

Dilansir dari tempo.co (01/03/2023), Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat bahwa usaha properti mendominasi 29 persenpasar pendapatan premi industri asuransi umum. Kemudian dilanjut dengan usaha kendaraan bermotor menguasai sebanyak 20%, sementara usaha asuransi kredit menguasai pasar sebanyak 16 persen. 

AAUI juga mengatakan bahwa pendapatan premi industri asuransi umum mencapai angka Rp90,1 triliun hingga tahun 2022. Total liabilitas industri asuransi umum mencapai Rp123,2 triliun pada tahun 2022 dan ekuitasnya mencapai Rp70,7 triliun. 

Di tengah menjamurnya usaha-usaha yang menggunakanasuransi umum, maka bisa disimpulkan bahwa kegiatan usaha tersebut termasuk memiliki potensi besar.

Lantas, bagaimana ketentuan izin usaha untuk legalitas asuransi umum?

Baca juga: Legalitas Perusahaan Asuransi di Balik Pencabutan Izin Usaha Wanaartha Life

Dasar Hukum untuk Izin Usaha Asuransi Umum

Secara umum, perusahaan asuransi yang ada di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

Sementara itu, setiap perusahaan asuransi, termasuk asuransi umum, wajib mendapatkan izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini diatur dalamPeraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 67/POJK.05/2016 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah (Peraturan OJK 67/2016).

Pengajuan izin usaha kepada OJK tersebut harus dilakukan oleh direksi dengan menyertai beberapa lampiran dokumen persyaratan (Pasal 10 ayat (1) dan (2) Peraturan OJK 67/2016).

Secara garis besar, dokumen persyaratan yang dimaksud meliputi (Pasal 8 ayat (2) UU 40/2014):

  1. Anggaran dasar;
  2. Susunan organisasi;
  3.  Modal disetor; 
  4. Dana jaminan; 
  5. Kepemilikan; 
  6. Kelayakan dan kepatutan pemegang saham dan pengendali; 
  7. emampuan dan kepatutan direksi dan dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama, dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, dan auditor internal; 
  8. Tenaga ahli; 
  9. Kelayakan rencana kerja; 
  10.  Kelayakan sistem manajemen risiko; 
  11. Produk yang akan dipasarkan; 
  12. Perikatan dengan pihak terafiliasi apabila ada dan kebijakan pengalihan sebagian fungsi dalam penyelenggaraan usaha; 
  13. Infrastruktur penyiapan dan penyampaian laporan kepada OJK; 
  14. Konfirmasi dari otoritas pengawas di negara asal pihak asing, dalam hal terdapat penyertaan langsung pihak asing; dan
  15. Hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha yang sehat.

Selain itu, permohonan izin usaha juga disampaikan bersamaan dengan permohonan penilaian kemampuan dan kepatutan bagi calon pihak utama perusahaan asuransi (Pasal 10 ayat (3) UU 40/2014).

Kemudian, perlu diketahui bahwa selain izin usaha dari OJK, perusahaan asuransi juga harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) yang dapat diurus melalui sistem Online Single Submission (sistem OSS).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, NIB merupakan identitas sekaligus legalitas untuk melaksanakan kegiatan usaha.

KBLI untuk Usaha Asuransi Umum

Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) merupakan salah satu poin penting agar NIB bisa diterbitkan melalui sistem OSS.

Oleh karena itu, pelaku usaha yang akan mendirikan perusahaan asuransi umum harus mengetahui kode KBLI yang tepat.

Adapun KBLI yang paling mendekati ditunjukkan dengan kode 65121 berjudul  “Asuransi Umum Konvensional”.

Merujuk laman resmi sistem OSS, uraian dari KBLI 65121 mencakup usaha asuransi umum yang diselenggarakan secara konvensional, dengan kegiatan usaha meliputi penyelenggaraan usaha jasa pertanggungan risiko yang memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena:

  1. Kerugian;
  2. Kerusakan;
  3. Biaya yang timbul;
  4. Kehilangan keuntungan; atau
  5. Tanggung jawab hukum.

Penggantian tersebut ditujukan kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti.

Sementara itu, KBLI 65121 juga menunjukkan tingkat risiko tinggi. Ditilik dari PP 5/2021, kegiatan usaha berisiko tinggi harus mengantongi perizinan berusaha berikut:

  1. NIB; dan
  2. Izin.

Izin ini merupakan perizinan berusaha dari OJK yang telah dibahas pada subjudul sebelumnya.

Minat mendirikan perusahaan asuransi umum, tapi bingung sama urusan izin usahanya? Silakan konsultasi pada Prolegal!

Author: Praycillia Menik Tarigan

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in ,