Pengusaha Farmasi, Jangan Abai pada Ketentuan Izin Edar Obat!

Pengusaha Farmasi, Jangan Abai pada Ketentuan Izin Edar Obat!

Pengusaha Farmasi, Jangan Abai pada Ketentuan Izin Edar Obat!

“Obat yang dijual tanpa izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan dianggap sebagai obat ilegal.”

Salah satu hal yang berkaitan erat dengan kesehatan adalah obat. Saat sedang sakit, seseorang pasti akan mengkonsumsi obat atau menemui dokter untuk diberikan resep obat dengan harapan penyakit yang diderita akan terobati.

Nah, mengingat pentingnya obat bagi kesehatan masyarakat, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Nomor 36 Tahun 2009) pun mengamanatkan bahwa setiap sediaan farmasi (obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika) serta alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar.

Pihak yang berwenang memberi izin edar obat adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dalam hal ini, Menteri Kesehatan memang melimpahkan kewenangan tersebut kepada BPOM, sesuai yang diutarakan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang Registrasi Obat.

BPOM pun menegaskan bahwa setiap obat yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar. Oleh karena itu, BPOM menerbitkan ketentuan terkait mekanisme registrasi untuk memperoleh izin edar obat.

Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Kepala BPOM Nomor 24 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat (Perka BPOM Nomor 24 Tahun 2017) serta beberapa perubahannya, yaitu Peraturan Kepala BPOM Nomor 27 Tahun 2020 dan Peraturan Kepala BPOM Nomor 13 Tahun 2021.

Jenis obat-obatan dalam ruang lingkup izin edar

Berdasarkan persyaratan registrasinya, obat dibedakan menjadi berapa jenis, yaitu (Perka BPOM Nomor 24 Tahun 2017 beserta perubahannya):

  1. Obat produksi dalam negeri
  2. Obat impor
  3. Obat kontrak produksi dalam negeri
  4. Narkotika
  5. Obat lisensi
  6. Obat khusus ekspor
  7. Obat yang dilindungi paten
  8. Obat pengembangan baru
  9. Obat generik
  10. Orphan Drug

Artikel ini akan lebih membahas mengenai registrasi jenis obat produksi dalam negeri dan obat impor.

Baca Juga : Jangan Ngawur! Ini Ketentuan Klaim Kosmetika yang Tepat

Kriteria dan nama obat yang dapat memperoleh izin edar

Sebelum mengajukan registrasi, obat yang akan diregistrasi harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain (Perka BPOM Nomor 24 Tahun 2017):

  1. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui uji nonklinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan
  2. Mutu yang memenuhi syarat sesuai dengan standar yang ditetapkan, termasuk proses produksi sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan dilengkapi dengan bukti yang sahih
  3. Informasi produk dan label berisi informasi lengkap, objektif dan tidak menyesatkan yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman.

Sementara itu, penamaan obat yang diregistrasi dapat menggunakan (Perka BPOM Nomor 24 Tahun 2017):

  1. Nama generik, sesuai dengan International Nonproprietary Modified yang telah ditetapkan WHO, atau nama yang ditetapkan dalam program kesehatan nasional; atau
  2. Nama dagang, dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut (Lampiran I Perka BPOM Nomor 24 Tahun 2017):
    • Nama dagang harus objektif dan tidak menyesatkan
    • Nama dagang yang sama hanya dapat digunakan oleh satu industri farmasi pemilik izin edar untuk obat dengan zat aktif, indikasi, dan golongan yang sama
    • Nama dagang tidak boleh menggunakan seluruhnya atau potongan nama generik dari zat aktif yang tidak dikandung
    • Nama dagang tidak boleh sama atau sangat mirip dalam hal bunyi atau penulisan dengan nama dagang obat yang telah terdaftar dengan zat aktif yang berbeda
    • Nama dagang golongan obat tanpa resep dokter yang mengandung paling sedikit satu zat aktif yang sama dan/atau kelas terapi yang sama dapat menggunakan nama dagang yang sama sebagai nama payung
    • Nama dagang tidak boleh menggunakan nama yang sama atau mirip dengan obat yang sudah dibatalkan izin edarnya karena masalah keamanan, penyalahgunaan, dan pelanggaran lainnya

Persyaratan registrasi obat produksi dalam negeri

Definisi obat produksi dalam negeri berdasarkan Perka BPOM Nomor 13 Tahun 2021 adalah obat yang dibuat atau dikemas primer oleh industri farmasi di Indonesia.

Registrasi obat produksi dalam negeri harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain (Perka BPOM Nomor 24 Tahun 2017):

  1. Memiliki izin industri farmasi, tetapi dikecualikan bagi:
    • Registrasi obat produksi dalam negeri yang dilakukan oleh calon industri farmasi yang sedang melakukan pembangunan.
  2. Memiliki sertifikat CPOB yang masih berlaku sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan yang diregistrasi, tetapi dikecualikan bagi:
    • Registrasi obat produksi dalam negeri yang dilakukan oleh calon industri farmasi yang sedang melakukan pembangunan
    • Registrasi obat produksi dalam negeri yang dilakukan oleh industri farmasi yang menambah fasilitas untuk bentuk sediaan baru atau industri farmasi yang melakukan perluasan fasilitas produksi

Persyaratan registrasi obat impor

Definisi obat impor jika merujuk Perka BPOM Nomor 13 Tahun 2021 adalah obat yang dibuat oleh industri farmasi di luar negeri dalam bentuk produk jadi atau produk ruahan dalam kemasan primer yang akan diedarkan di Indonesia.

Bisa disimpulkan bahwa ada dua bentuk obat impor yang boleh beredar di Indonesia, antara lain:

  1. Obat impor dalam bentuk produk ruahan, yaitu bahan yang telah selesai diolah dan tinggal memerlukan kegiatan pengemasan untuk menjadi obat; atau
  2. Obat impor dalam bentuk produk jadi

Beberapa obat impor yang diutamakan untuk diregistrasi oleh Indonesia, antara lain (Perka BPOM Nomor 24 Tahun 2017):

  1. Obat program kesehatan nasional
  2. Obat penemuan baru
  3. Obat yang dibutuhkan tetapi tidak dapat diproduksi di dalam negeri

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat meregistrasi obat impor meliputi (Perka BPOM Nomor 24 Tahun 2017):

  1. Registrasi obat impor hanya dapat dilakukan oleh pendaftar yang mendapatkan persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar negeri (dikecualikan bagi pendaftar yang merupakan afiliasi dari perusahaan induk), dengan mencantumkan masa berlaku kerja sama
  2. Industri farmasi di luar negeri yang terkait wajib memiliki Izin Industri Farmasi dan memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan:
    • Izin industri farmasi dari otoritas negara setempat
    • Sertifikat CPOB yang masih berlaku atau dokumen lain yang setara yang dikeluarkan oleh otoritas pengawas obat setempat dan/atau otoritas pengawas obat negara lain
    • Laporan hasil inspeksi terakhir dan perubahan terkait paling lama dua tahun yang dikeluarkan oleh otoritas pengawas obat setempat dan/atau otoritas pengawas obat negara lain
  3. Apabila obat impor yang sebagian atau seluruh tahapan pembuatannya dilakukan oleh lebih dari satu industri farmasi, maka seluruh tahapan pembuatannya harus dilakukan pemeriksaan setempat pada fasilitas pembuatan obat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
  4. Secara bertahap harus dilakukan alih teknologi untuk dapat diproduksi di dalam negeri

 

Tata cara registrasi baru untuk izin edar obat

Secara rinci, registrasi baru dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu (Perka BPOM Nomor 24 Tahun 2017):

  1. Kategori I: untuk registrasi obat baru dan produk biologi, termasuk produk biosimilar
  2. Kategori II: untuk reigstrasi obat generik dan obat generik bermerek
  3. Kategori III: untuk registrasi sediaan lain yang mengandung obat dengan teknologi khusus, dapat berupa transdermal patch, implant, dan beads

Kemudian, pelaku usaha industri farmasi harus melewati dua tahapan dalam proses registrasi baru, yaitu meliputi (Perka BPOM Nomor 24 Tahun 2017):

  1. Tahap praregistrasi
    Pada tahap ini, pelaku usaha industri farmasi harus mengajukan pendaftaran secara tertulis kepada Kepala BPOM dengan cara:

    • Mengisi formulir praregistrasi
    • Menyerahkan bukti pembayaran
    • Melampirkan berbagai dokumen berupa:
      • Dokumen Administratif
      • Dokumen Mutu
      • Dokumen Nonklinik (jika perlu)
      • Dokumen Klinik (jika perlu)
  2. Tahap registrasi
    Selanjutnya, pelaku usaha industri farmasi dapat mengajukan pendaftaran secara tertulis kepada Kepala BPOM dengan mengisi formulir dan melampirkan dokumen yang terdiri dari 4 bagian, yaitu:

    • Bagian I: Dokumen Administratif dan Informasi Produk
    • Bagian II: Dokumen Mutu
    • Bagian III: Dokumen Nonklinik
    • Bagian IV: Dokumen Klinik

Proses registrasi obat ini dapat dilakukan secara daring melalui aplikasi dari laman BPOM, yaitu https://new-aero.pom.go.id/.

Sanksi

Apabila pelaku usaha industri farmasi tidak mengurus izin edar sesuai ketentuan yang tertera pada Perka BPOM Nomor 24 Tahun 2017 beserta perubahannya, maka akan diancam sanksi administratif yang terdiri dari (Pasal 63 ayat (1) Perka BPOM Nomor 24 Tahun 2017):

  1. Peringatan tertulis;
  2. Pembatalan proses registrasi;
  3. Pembekuan izin edar obat;
  4. Pencabutan izin edar obat; dan/atau
  5. Larangan untuk melakukan pendaftaran selama dua tahun

Masih bingung untuk mengurus izin edar obat? Segera konsultasikan pada kami, Prolegal!

Author: Faiz Azhanzi Yazid

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in