Perlindungan Hak Cipta Konten Video YouTube

Perlindungan Hak Cipta Konten Video YouTube
Ilustrasi seseorang yang sedang menjelajah YouTube. | Sumber foto: CardMapr.nl/unsplash.com

“Wajibkah suatu karya (misalnya, konten YouTube) didaftarkan agar memperoleh perlindungan hak cipta?”

Saat ini, hiburan untuk menonton berbagai jenis tayangan audiovisual dapat diakses melalui platform YouTube.

Content creator, sebutan bagi orang-orang yang membuat kontennya pada media sosial (termasuk YouTube), kini banyak bermunculan. Mereka membuat berbagai macam video dengan berbagai genre. 

Tidak hanya melahirkan karya audiovisual, para content creator Indonesia juga dapat meraup pundi-pundi rupiah melalui konten yang diunggah pada YouTube.

Oleh karena itu, kini platform YouTube sudah menjadi industri yang prospektif bagi para pelaku ekonomi kreatif di Indonesia.

Kendati demikian, nyatanya masih banyak orang yang mengkhawatirkan mengenai perlindungan hukum dari konten-konten video yang dibuat pada platform YouTube.

Sebab, tidak sedikit pula content creator YouTube yang videonya diduplikasi dan diproduksi ulang untuk kepentingan para pihak yang tidak bertanggung jawab.

Lantas, apakah terdapat perlindungan hak cipta konten video YouTube?

Jika ada, apakah perlindungan hak cipta baru didapat setelah melakukan pendaftaran pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM?

Simak pembahasan lebih lanjut dalam artikel ini.

Baca juga: Pendaftaran Merek, Solusi agar Bisnismu Aman

Konten Video YouTube Dilindungi oleh Hak Cipta

Karya audiovisual berupa video sejatinya termasuk dalam rezim perlindungan kekayaan intelektual hak cipta.

Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU 28/2014) sebagaimana beberapa ketentuannya telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU 6/2023).

Perlindungan hak cipta secara otomatis timbul berdasarkan prinsip deklaratif ketika karya tersebut telah diwujudkan menjadi suatu ciptaan (Pasal 1 angka 1 UU 28/2014).

Dikutip dari modul Kekayaan Intelektual Hak Cipta oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), perlindungan otomatis ini berlaku sejak pertama kali ide diwujudkan dalam bentuk karya yang nyata. Atau, sejak dipublikasikan ke masyarakat tanpa mensyaratkan pendaftaran.

Baca juga: Belajar tentang Lisensi Merek dari Kasus Justin Bieber dan H&M

Dalam konteks ini, suatu video yang sudah selesai dibuat bisa dikatakan sudah mendapatkan perlindungan atas hak cipta.

Apalagi jika sudah diunggah pada kanal YouTube-nya, sehingga masyarakat luas juga turut melihat dan mendengarnya.

Tidak Semua Karya Mendapat Perlindungan Hak Cipta

Namun, ada beberapa jenis karya (termasuk video) yang tidak mendapatkan perlindungan hak cipta, yaitu meliputi (Pasal 41 UU 28/2014):

  1. Hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata;
  2. Setiap ide, prosedur, sistem, metode, konsep, prinsip, temuan, atau data walaupun telah diungkapkan, dinyatakan, digambarkan, dijelaskan, atau digabungkan dalam sebuah ciptaan; dan
  3. Alat, benda, atau produk yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk kebutuhan fungsional.

Konsep Perlindungan Hak Cipta

Secara lebih lanjut, makna perlindungan hak yang dimaksud berkaitan dengan perlindungan atas hak ekonomi dan hak moral dari suatu karya ciptaan.

Konsep hak ekonomi sejatinya menekankan pada pemanfaatan atau hasil ekonomi yang timbul akibat suatu ciptaan. 

Secara umum, konsep ini terbagi lagi menjadi dua, yaitu hak untuk mengumumkan (right to publish) dan hak untuk menyalin (right to copy atau copyright).

Baca juga: Lisensi Merek, Perjanjian yang Meminimalisir Sengketa

Sementara itu, hak ekonomi terhadap ciptaan secara khusus meliputi (Pasal 9 UU 28/2014):

  1. Penerbitan ciptaan;
  2. Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya;
  3. Penerjemahan ciptaan;
  4. Pengadaplasian, pengaransemenan, pentransformasian ciptaan;
  5. Pendistribusian ciptaan atau salinannya;
  6. Pertunjukan ciptaan;
  7. Pengumuman ciptaan;
  8. Komunikasi ciptaan; dan
  9. Penyewaan ciptaan.

Sedangkan konsep hak moral adalah bentuk penghargaan yang melekat abadi para pencipta terhadap ciptaannya tersebut. 

Hak moral pada dasarnya merupakan upaya untuk mengikat pencipta dengan karyanya, yang secara khusus meliputi (Pasal 5 UU 28/2014):

  1. Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum;
  2. Menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
  3. Mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
  4. Mengubah judul dan anak judul ciptaan; dan
  5. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi, mutilasi, dan modifikasi terhadap ciptaannya, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

Cara Mendaftarkan Hak Cipta Konten Video YouTube

Walau tidak wajib, hak cipta sebaiknya tetap didaftarkan atau dicatatkan pada pangkalan data DJKI agar memiliki bukti dokumen fisik atas jaminan perlindungan tersebut.

Selain itu, dokumen asli atas pencatatan ciptaan dapat menjadi alat bukti yang autentik jika terjadi sengketa di pengadilan.

Adapun langkah-langkah dasar untuk melakukan pencatatan atas ciptaan adalah sebagai berikut:

  1. Registrasi akun pada laman DJKI Hak Cipta.
  2. Setelah akun terverifikasi, login pada DJKI Hak Cipta.
  3. Pilih menu Permohonan Baru, kemudian isi formulir data terkait ciptaan dan penciptanya dengan lengkap.
  4. Unggah beberapa persyaratan lampiran dokumen, salah satunya contoh ciptaan (dalam format .pdf).
  5. Selanjutnya, klik “Submit” dan “Setuju” jika dirasa seluruh data dan dokumen lampiran sudah benar.
  6. Jangan lupa untuk membayar biaya penerimaan negara bukan pajak (PNPB) hak cipta.
  7. Pihak DJKI akan memeriksa dan menilai untuk menyetujui permohonan terhadap pencatatan ciptaan.

Baca juga: Syarat dan Prosedur Pendaftaran Merek – Terbaru 2023

Sanksi

Melalui UU 28/2014 ini, pemilik hak cipta berhak melarang orang lain tanpa sepengetahuan dan seizinnya untuk melakukan penyebarluasan dan publikasi terhadap suatu karya miliknya.

Adapun bagi pihak yang melanggar hak pemilik hak cipta tersebut, maka terhadap pelanggar terancam dijerat berbagai sanksi. Bisa berupa keperdataan maupun pidana.

Secara perdata, pemilik hak cipta dapat menuntut ganti kerugian kepada pelanggar tersebut melalui gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). 

Hal ini dapat dilandasi dengan dasar Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dikaitkan dengan kerugian yang timbul akibat terlanggarnya hak pencipta sebagaimana tertuang dalam UU Hak Cipta oleh pelanggar tersebut.

Baca juga: Hal Dasar terkait Sengketa Merek di Indonesia

Sementara itu, sanksi pidana juga berlaku bagi pelaku yang melanggar berbagai ketentuan terkait hak cipta. Adapun jenis sanksi pidanya adalah berupa penjara atau denda.

Jika ingin masuk dalam perkara pidana, pemilik hak cipta dapat melaporkan pelanggar kepada Kepolisian RI dan/atau DJKI Kementerian Hukum dan HAM. 

Nantinya, pihak berwenang tersebutlah yang akan melakukan penyelidikan terhadap dugaan tindak pidana yang dilaporkan pemilik hak cipta terhadap pelanggar.

Mau mencatatkan hak cipta tapi bingung perizinannya? Serahkan saja semuanya pada Prolegal!

Author: Adhityo Adyahardiyanto

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in ,