Ketentuan Sertifikat Halal Self-Declare

Ketentuan Sertifikat Halal Self-Declare

 “Self-declare merupakan pernyataan status halal produk UMK oleh pelaku usaha itu sendiri.”

Tentunya jaminan sertifikasi halal suatu produk merupakan hal yang penting di Indonesia.

Dengan adanya sertifikasi halal tersebut konsumen akan lebih mempercayai dan tidak ragu untuk mengkonsumsi/memakai produk tersebut.

Perlu diketahui bahwa ada 2 jalur yang bisa ditempuh untuk mengurus sertifkat halal, yaitu pernyataan mandiri (self-declare) dan reguler.

Sertifikat halal self-declare hanya berlaku bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) dengan syarat-syarat tertentu. Sedangkan sertifikat halal reguler dapat diperuntukkan bagi seluruh skala usaha, mulai dari usaha mikro, kecil, menengah, hingga besar.

Artikel berikut akan membahas tentang sertifikat halal self-declare.

Baca juga: Daftar Nama Produk yang Tidak Bisa Mendapat Sertifikat Halal

Kriteria Pelaku Usaha dengan Sertifikasi Halal Self-Declare

Persyaratan pernyataan mandiri atau self-declare oleh UMK diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 20 Tahun 2021 tentang Sertifikasi Halal bagi Pelaku Usaha Mikro dan Kecil (Permenag 20/2021).

Pelaku UMK wajib memiliki sertifikat halal untuk produk usahanya. Ketentuan awal untuk pelaku UMK agar dapat mengurus sertifikasi halal self-declare adalah pengusaha produktif yang memiliki modal usaha atau hasil penjualan tahunan.

Kemudian, kriteria penting yang harus dipenuhi oleh pelaku UMK agar masuk ke dalam sertifikasi halal self-declare meliputi (Pasal 2 ayat (3) Permenag 20/2021):

  1. Produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya; dan
  2. Proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana.

Kriteria untuk produk tidak berisiko atau menggunakan bahan yang sudah dipastikan kehalalannya, antara lain (Pasal 4 ayat (1) Permenag 20/2021):

  1. Bersertifikat halal atau termasuk dalam daftar positif;
  2. Tidak menggunakan bahan berbahaya; dan
  3. Telah terverifikasi kehalalannya oleh pendamping Proses Produk Halal (PPH).

Baca juga: Daftar Bahan Kritis Halal Suatu Produk

Sementara itu, kriteria proses produksi yang dipastikan kehalalannya dan sederhana adalah sebagai berikut (Pasal 4 ayat (2) Permenag 20/2021):

  1. Menggunakan peralatan produksi dengan teknologi sederhana atau dilakukan secara manual dan/atau semi otomatis;
  2. Proses produksi tidak mengalami proses iradiasi, rekayasa genetika, ozoniasasi, dan penggunaan teknologi hurdle; dan
  3. Lokasi, tempat, dan alat proses produksi halal sesuai dengan sistem jaminan produk halal

Kemudian, pelaku UMK wajib memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) yang dapat diurus melalui sistem Online Single Submission (OSS).

Standar Halal

Pelaku UMK dinyatakan sebagai pihak sertifikat halal self-declare apabila dapat memenuhi standar halal yang ditetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), antara lain:

  1. Adanya pernyataan pelaku usaha berupa akad/ikrar yang berisi:
    • Kehalalan produk dan bahan yang digunakan;
    • Proses produksi halal.
  2. Adanya pendampingan proses produksi halal (pendamping PPH).

Dari rangkaian standar tersebut, BPJPH akan memeriksa kembali dokumen yang dilampirkan pelaku usaha (terutama ikrar pernyataan) serta dokumen hasil verifikasi dan validasi oleh pendamping PPH.

Apabila ada ketidaksesuaian yang ditemukan untuk kriteria standar pelaku UMK sertifikasi halal self-declare, maka pengajuan pelaku usaha akan ditolak. Pelaku UMK yang ditolak pernyataan dan pengajuannya harus mengurus sertifikat halal reguler.

Mau ngurus sertifikasi halal tanpa repot-repot nyiapin ini-itu? Serahkan saja pada konsultan Prolegal, jangan ragu-ragu.

Posted in ,