Perjanjian Waralaba: Definisi, Muatan, dan Urgensinya

Perjanjian Waralaba: Definisi, Muatan, dan Urgensinya
Sumber gambar: freepik.com

“Jangan sampai mendirikan bisnis franchise tanpa perjanjian waralaba.”

Waralaba atau franchise termasuk dalam salah satu model bisnis yang populer saat ini.

Model bisnis waralaba memungkinkan pemilik usaha untuk menjalankan bisnis mereka dengan menggunakan merek dan konsep yang sudah dibentuk oleh pemilik merek.

Dalam banyak kasus, bisnis waralaba memiliki lebih sedikit risiko dibandingkan dengan usaha mandiri. Sebab, konsep bisnis telah terbukti berhasil.

Selain itu, pemilik merek juga memberikan fasilitas dukungan dan pelatihan yang bertujuan untuk mengembangkan bisnis waralaba tersebut.

Contoh beberapa waralaba yang terkenal di Indonesia meliputi Indomaret, Alfamart, Es Teler 77, California Fried Chicken (CFC), J.CO Donuts, dan masih banyak lagi.

Salah satu aspek penting dalam keberlangsungan bisnis waralaba adalah perjanjian waralaba.

Sebab, perjanjian waralaba dijadikan landasan kesepakatan antara kedua belah pihak, yaitu franchisor (pemberi waralaba/pemilik merek) dan franchisee (penerima waralaba).

Ketentuan mengenai waralaba diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba (Permendag 71/2019).

Baca juga: Franchise Adalah: Definisi, Kriteria, Skema Bisnis, dan Izin Usahanya

Konsep Perjanjian menurut KUH Perdata

Pada dasarnya, setiap jenis perjanjian berlandaskan pada ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Pasal 1320 KUH Perdata menjelaskan empat syarat sah perjanjian, di antaranya:

  1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
  2. Kecakapan dalam membuat suatu perjanjian.
  3. Terdapat suatu pokok persoalan tertentu.
  4. Suatu sebab yang tidak terlarang.

Perlu diketahui bahwa syarat nomor 1 dan 2 merupakan syarat subjektif. Sementara untuk syarat ke-3 dan 4 disebut syarat objektif.

Kemudian, Pasal 1338 KUH Perdata mengatur asas kebebasan berkontrak, yaitu semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Baca juga: Izin Usaha Bisnis Waralaba: Syarat dan Prosedurnya

Perjanjian Waralaba

Perjanjian waralaba adalah perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba atau pemberi waralaba lanjutan dengan penerima waralaba lanjutan (Pasal 1 angka 8 Permendag 71/2019).

Singkatnya, perjanjian waralaba merupakan kontrak yang memungkinkan pihak penerima waralaba memperoleh hak untuk menjalankan bisnis dengan menggunakan merek, produk, dan sistem operasional dari pemberi waralaba.

Oleh karena itu, pihak penerima waralaba harus membayar biaya waralaba kepada pemberi waralaba sebagai kompensasi atas hak tersebut.

Perjanjian ini dibuat antara para pihak dan harus mempunyai kedudukan hukum yang setara. 

Selain itu, perjanjian tersebut harus disampaikan kepada calon penerima waralaba atau penerima waralaba lanjutan paling lambat dua minggu sebelum penandatanganan perjanjian waralaba (Pasal 6 ayat (3) Permendag 71/2019).

Baca juga: Kemitraan Adalah: Perbedaan dengan Franchise

Muatan atau Isi

Muatan perjanjian waralaba dijelaskan pada pokoknya berisi dalam (Lampiran II Permendag 71/2019):

  1. Nama dan alamat para pihak;
  2. Jenis Hak Kekayaan Intelektual (HKI), seperti merek dan logo perusahaan, desain gerai/tempat usaha, sistem manajemen atau pemasaran atau racikan bumbu masakan;
  3. Kegiatan usaha yang diperjanjikan;
  4. Hak dan kewajiban pemberi waralaba atau pemberi waralaba lanjutan dan penerima waralaba atau penerima waralaba lanjutan;
  5. Bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang diberikan;
  6. Batasan wilayah yang diberikan oleh pemberi waralaba atau pemberi waralaba lanjutan;
  7. Jangka waktu perjanjian waralaba;
  8. Tata cara pembayaran;
  9. Kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris;
  10. Penetapan forum penyelesaian sengketa;
  11. Tata cara perpanjangan dan pengakhiran perjanjian waralaba;
  12. Jaminan dari pemberi waralaba atau pemberi waralaba lanjutan;
  13. Jumlah gerai atau tempat usaha yang akan dikelola.

Baca juga: Lisensi Merek, Perjanjian yang Meminimalisir Sengketa

Urgensi

Berikut beberapa urgensi untuk memiliki perjanjian waralaba, di antaranya:

  1. Meminimalisir akan terjadinya sengketa di masa depan;
  2. Salah satu aspek perlindungan hukum kepada para pihak dari perbuatan yang dapat merugikan pihak lain;
  3. Panduan atau dasar hukum untuk melakukan bisnis;
  4. Memantau dan mengontrol apakah pihak yang terlibat sudah melakukan yang telah dijanjikan atau belum.

Ingin mengurus legalitas untuk bisnis waralaba yang dipandu oleh konsultan profesional? Silakan hubungi Prolegal dengan cara klik di sini

Author: Genies Wisnu Pradana

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in ,