Seluk Beluk Izin Edar BPOM, Syarat Penting dalam Penjualan Pangan Olahan

Seluk Beluk Izin Edar BPOM, Syarat Penting dalam Penjualan Pangan Olahan

Instan, praktis, enak, dan tahan lama, menjadikan pangan olahan sebagai salah satu pilihan konsumsi harian banyak rumah tangga di Indonesia. Maka, diperlukan jaminan kesehatan dan keselamatan dalam pangan olahan, salah satunya adalah izin edar.”

Salah satu produk yang gemar dikonsumsi masyarakat ialah pangan olahan. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.

Pangan olahan seringkali menjadi pilihan bagi masyarakat karena sifatnya yang praktis dan instan. Selain itu, pangan olahan juga memiliki daya simpan yang lebih lama dan seringkali rasanya dianggap lebih enak dan beraroma.

Bagi Anda yang tertarik untuk mejadi pelaku usaha pangan olahan, maka perlu Anda ketahui bahwa setiap pangan olahan yang dibuat di dalam negeri atau diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan eceran wajib memiliki izin edar. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Kewajiban tersebut juga dipertegas kembali melalui Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Pangan Olahan dan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Pangan Olahan.

Tujuan adanya izin edar adalah untuk menjamin keamanan, mutu, dan gizi pada produk pangan olahan tersebut.

Terdapat dua macam izin edar pangan olahan di Indonesia, yaitu izin edar BPOM dan SPP-IRT. Meskipun keduanya sama-sama merupakan izin edar, tetapi memiliki peruntukan yang berbeda.

Baca juga: Kenali Perbedaan Izin Edar BPOM dan SPP-IRT dalam Usaha Pangan Olahan

Singkatnya, SPP-IRT atau Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (sekarang berubah namanya menjadi Sertifikat Pemenuhan Komitmen Industri Pangan Produksi Rumah Tangga) diawasi pemenuhan komitmennya oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

Pangan olahan yang dimaksud adalah hasil produksi Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) yang diedarkan dalam kemasan eceran dan berlabel. Pelaku usaha dapat dikatakan IRTP apabila pelaku usaha tersebut memiliki tempat tinggal dengan peralatan pangan manual hingga semi otomatis.

Hal tersebut diatur lebih lengkap dalam Perka BPOM Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga dan Perka BPOM Nomor 10 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Obat dan Makanan.

Sementara itu, izin edar BPOM merupakan persetujuan hasil penilaian pangan olahan yang diterbitkan oleh kepala BPOM dalam rangka peredaran pangan olahan. Artikel ini akan lebih membahas mengenai izin edar yang diterbitkan oleh BPOM.

Kriteria pangan olahan yang wajib memiliki Izin Edar BPOM

BPOM menggolongkan pangan olahan yang wajib memiliki izin edar menjadi dua kelompok, yaitu (Perka BPOM Nomor 27 Tahun 2017):

  1. Pangan Olahan yang diproduksi di Indonesia, terdiri dari:
    • Pangan Olahan yang diproduksi sendiri
    • Pangan Olahan yang diproduksi kontrak (toll manufacturing/makloon)

Pangan Olahan kelompok ini ditandai dengan kode “BPOM RI MD”.

  1. Pangan Olahan yang diproduksi di negara lain dan diimpor ke dalam wilayah Indonesia, ditandai dengan “BPOM RI ML”.

Kedua kelompok tersebut (baik yang diproduksi di Indonesia maupun yang diproduksi di negara lain dan diimpor) terdiri atas (Perka BPOM No. 34 Tahun 2019 tentang Kategori Pangan):

  1. Kategori 01.0 produk-produk susu dan analognya, kecuali yang termasuk Kategori 02.0
  2. Kategori 02.0 lemak, minyak, dan emulsi minyak
  3. Kategori 03.0 es untuk dimakan (edible ice) termasuk sherbet dan sorbet
  4. Kategori 04.0 buah dan sayur (termasuk jamur, umbi, kacang termasuk kacang kedelai, dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian
  5. Kategori 05.0 kembang gula/permen dan cokelat
  6. Kategori 06.0 serealia dan produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar dan umbi, kacang dan empulur (bagian dalam batang tanaman), tidak termasuk produk bakeri dari Kategori 07.0 dan tidak termasuk kacang dari Kategori 04.2.1 dan Kategori 04.2.2
  7. Kategori 07.0 produk bakeri
  8. Kategori 08.0 daging dan produk daging, termasuk daging unggas dan daging hewan buruan
  9. Kategori 09.0 ikan dan produk perikanan termasuk moluska, krustase dan ekinodermata
  10. Kategori 10.0 telur dan produk-produk telur
  11. Kategori 11.0 gula dan pemanis, termasuk madu
  12. Kategori 12.0 garam, rempah, sup, saus, salad dan produk protein
  13. Kategori 13.0 pangan olahan untuk keperluan gizi khusus
  14. Kategori 14.0 minuman, tidak termasuk produk susu
  15. Kategori 15.0 makanan ringan siap santap
  16. Kategori 16.0 pangan siap saji (terkemas)

Di samping itu, izin edar juga diwajibkan untuk beberapa jenis pangan olahan, yakni (Perka BPOM Nomor 27 Tahun 2017):

  1. Pangan fortifikasi, yaitu pangan yang telah dilakukan penambahan zat gizi penting terhadap produk pangan (contohnya: penambahan vitamin A pada minyak goreng, dan lain-lain)
  2. Pangan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib (contohnya: air mineral alami, kopi instan, tuna dalam kemasan kaleng, dan lain-lain)
  3. Pangan program pemerintah
  4. Pangan yang ditujukan untuk uji pasar
  5. Bahan Tambahan Pangan (BTP) (contohnya: natrium nitrit pada daging olahan, dan lain-lain)

 

Persyaratan dokumen untuk mengajukan pendaftaran baru

Pelaku usaha pangan olahan, baik produsen dalam negeri maupun importir, harus memiliki hak akses atau akun pada sistem e-Registration Produk Pangan BPOM.

Oleh karena itu, pelaku usaha memerlukan beberapa dokumen untuk melakukan pendaftaran baru izin edar bagi produk pangan olahan, di antaranya (Perka BPOM Nomor 27 Tahun 2017, Perka BPOM Nomor 10 Tahun 2021, dan Tim Penyusun Badan POM dalam Pedoman Tata Cara Registrasi Pangan Olahan 2021):

  1. Pangan olahan yang diproduksi di dalam negeri
    1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
    2. Nomor Induk Berusaha (NIB)
    3. Izin Usaha di bidang produksi pangan, antara lain:
      • Untuk pangan yang diproduksi sendiri (pabrik):
        • Izin Usaha Industri
      • Untuk pangan yang diproduksi berdasarkan kontrak:
        • Izin Industri Pemberi Kontrak
        • Izin Industri Penerima Kontrak
        • Surat Perjanjian/Kontrak antara Pihak Pemberi Kontrak dengan Pihak Penerima Kontrak
    4. Pemeriksaan Sarana oleh Balai/PSB (halaman yang mencantumkan nama, alamat perusahaan, jenis komoditi, tanggal terbit dan nilai hasil pemeriksaan)
    5. Hasil audit sarana produksi atau Piagam PMR atau Izin Penerapan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) untuk produsen
  2. Pangan olahan impor
    1. NPWP
    2. NIB atau Surat Penetapan sebagai Importir Terdaftar (IT) bagi minuman beralkohol
      (Catatan: Bagi pelaku usaha yang telah beroperasi sejak sebelum Online Single Submission Risk-Based Approach (OSS RBA) berlaku, maka yang dilampirkan adalah Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) atau Angka Pengenal Importir (API))
    3. Hasil pemeriksaan sarana distribusi baru (PSB) dari Balai Besar/Balai/Loka POM setempat
    4. Sertifikat Pemenuhan Standar Sistem Manajemen Keamanan Pangan Olahan (SMKPO)
    5. Surat Penunjukkan (LOA) yang disahkan oleh notaris, kamar dagang setempat, pemerintah setempat, atau Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
    6. Sertifikat GMP/HACCP/ISO 22000/Piagam PMR/Sertifikat Audit dari Pemerintah Setempat

Tambahan dokumen lain untuk melengkapi standar usaha sesuai perizinan berusaha berbasis risiko

Setelah OSS RBA berlaku sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, maka pelaku usaha harus memperhatikan berbagai ketentuan pemenuhan standar usaha, termasuk untuk produsen pangan olahan dalam negeri dan importir pangan olahan.

Berikut adalah beberapa persyaratan khusus pemenuhan standar usaha terhadap izin edar pangan olahan, di antaranya (Perka BPOM Nomor 10 Tahun 2021):

  1. Komposisi atau daftar bahan yang digunakan termasuk keterangan asal bahan baku tertentu dan/atau BTP
  2. Proses produksi
  3. Hasil analisis
  4. Informasi tentang masa simpan
  5. Informasi tentang kode produksi
  6. Rancangan label
  7. Foto produk yang menampilkan semua keterangan pada label dengan jelas dan terbaca untuk pangan impor
  8. Terjemahan label asli dari negara asal selain Bahasa Inggris dari penerjemah tersumpah untuk pangan impor
  9. Spesifikasi bahan baku dan/atau bahan tambahan pangan tertentu antara lain asal bahan, status GMO, BTP ikutan, identitas BTP, kandungan kloramfenikol pada madu
  10. Keterangan tentang Rekayasa Genetik/GMO untuk bahan baku antara lain kentang, kedelai, jagung, tomat, dan tebu
  11. Sertifikat Halal (jika diperlukan)
  12. Sertifikat HACCP (untuk produk pangan diet khusus bayi dan anak, dan pangan olahan untuk keperluan medis khusus)
  13. Surat Keterangan dari fasilitas iradiasi untuk pangan iradiasi
  14. Informasi tentang nilai F0 untuk pangan yang diproses dengan Sterilisasi Komersial
  15. Informasi tentang proses pasteurisasi dan/atau teknologi baru lainnya
  16. Sertifikat keamanan pangan PRG untuk pangan PRG
  17. Data Pendukung Lain (jika diperlukan), antara lain data dukung terkait pencantuman logo kelestarian lingkungan, izin penggunaan BTP, dan hasil kajian terhadap klaim baru

 

Masih bingung untuk mengurus izin edar pangan olahan atau perizinan lainnya? Sila konsultasikan pada kami, Prolegal!

Author: Faiz Azhanzi Yazid

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in