Serba-serbi Merger, Mulai dari Definisi hingga Tahapannya

Serba-serbi Merger, Mulai dari Definisi hingga Tahapannya

Serba-serbi Merger, Mulai dari Definisi hingga Tahapannya

“Perseroan Terbatas (PT) memiliki hak dan kewajiban yang melekat padanya. Salah satunya melakukan penggabungan (merger).”

Perseroan Terbatas (PT) merupakan salah satu jenis badan usaha berbadan hukum, sehingga dianggap sebagai subjek hukum. Oleh karena itu, PT bisa melakukan perbuatan hukum. Salah satunya adalah melakukan penggabungan, atau terkadang disebut dengan istilah merger.

Berbicara soal penggabungan, baru-baru ini tersiar kabar bahwa PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk akan melakukan penggabungan pada dua anak perusahaannya. Kedua anak perusahaan yang dimaksud sudah pasti terkenal di kalangan masyarakat, yaitu Telkomsel dan IndiHome. Mengutip dari Kontan.co.id, rencana merger antar keduanya diusahakan rampung pada tahun 2023 mendatang.

Nah, sebenarnya apa saja yang perlu diketahui tentang penggabungan (merger)? Simak pembahasannya pada artikel berikut.

Definisi dan ciri-ciri

Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan (PT) atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada, sehingga mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

Definisi di atas merujuk dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU 40/2007).

Kemudian, ada definisi penggabungan versi singkat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas (PP 27/1998), yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.

Supaya lebih mudah untuk memahami definisi dari penggabungan, bisa dilihat dari ciri-ciri yang dikutip dari buku berjudul Hukum Perusahaan oleh Pujiyono (2014), antara lain:

  1. Merupakan perbuatan hukum
  2. Terdiri dari perusahaan yang menggabungkan diri dan perusahaan yang melakukan penggabungan (menerima penggabungan)
  3. Perusahaan yang menerima penggabungan tetap ada, tapi perusahaan yang menggabungkan diri bubar demi hukum tanpa likuidasi
  4. Rancangan merger dan konsep akta merger harus disetujui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
  5. Penggabungan ada yang diikuti perubahan anggaran dasar, ada juga yang tidak diikuti perubahan anggaran dasar
  6. Aktiva dan pasiva perusahaan yang menggabungkan diri akan beralih demi hukum ke perusahaan hasil penggabungan

Bisa dilihat bahwa penggabungan memiliki akibat hukum terhadap PT yang menggabungkan diri serta aktiva dan pasivanya.

Namun, merujuk dari buku berjudul Hukum Perseroan Terbatas oleh M. Yahya Harahap (2009), akibat hukum juga timbul terhadap para pemegang sahamnya. Jadi, pemegang saham pada PT yang menggabungkan diri menjadi pemegang saham pada PT yang menerima penggabungan demi hukum.

Klasifikasi

Penggabungan (merger) bisa dikelompokkan menjadi beberapa klasifikasi, antara lain (M. Yahya Harahap: 2009):

  1. Horizontal merger
    Penggabungan dua atau lebih PT dalam kegiatan usaha yang sama. Contohnya penggabungan antara PT Bank Mandiri Indonesia (Persero) Tbk dengan empat bank, yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Negara, dan Bank Pembangunan Indonesia.
  2. Vertical merger
    Penggabungan dua atau lebih PT yang kegiatan usahanya sejenis dalam industri yang sama. Selanjutnya di antara PT yang bergabung tersebut memiliki berbagai keterkaitan, mulai dari input, output, hingga pemasaran.
  3. Congenitive merger
    Penggabungan dua atau lebih PT yang kegiatan usahanya sejenis dalam industri yang sama. Namun, masing-masing tidak memproduksi barang yang sama dan tidak ada keterkaitan supplier (pemasok).
  4. Conglomerate merger
    Penggabungan dua atau lebih PT yang kegiatan usahanya pada industri yang berbeda.

Syarat

Menurut M. Yahya Harahap (2009) dalam Hukum Perseroan Terbatas, ada dua jenis syarat yang harus dipatuhi PT dalam proses penggabungan, antara lain:

1. Syarat kumulatif

Merujuk UU 40/2007, disebutkan bahwa penggabungan wajib memperhatikan kepentingan berbagai pihak tertentu. Artinya, penggabungan tidak bisa dilakukan jika merugikan kepentingan berbagai pihak tersebut. Selain itu, sebisa mungkin untuk mencegah praktik monopoli atau monopsoni. Uraian tersebut dimuat dalam bagian penjelasan UU 40/2007.

Adapun pihak-pihak tertentu yang dimaksud, antara lain (Pasal 126 ayat (1) UU 40/2007):

    • PT,  pemegang saham minoritas, karyawan PT.
    • Kreditor dan mitra usaha lainnya dari PT.
    • Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

2. Syarat khusus yang berlaku pada PT tertentu

Ditilik dari Pasal 123 ayat (4) UU 40/2007, PT tertentu yang memiliki rencana penggabungan wajib mendapat persetujuan dari instansi terkait terlebih dulu.

Maksud dari PT tertentu berdasarkan dari penjelasan UU 40/2007 adalah PT yang memiliki bidang usaha khusus, yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank. Sementara itu, instansi terkait yang memberi persetujuan untuk melakukan penggabungan pada PT tertentu adalah Bank Indonesia.

Tahapan atau tata cara

Penggabungan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Pasal 123 ayat (1) dan (3) UU 40/2007):

  1. Direksi tiap PT yang akan menggabungkan diri dan menerima penggabungan wajib menyusun Rancangan Penggabungan.
  2. Rancangan Penggabungan harus mendapat persetujuan dewan komisaris dari setiap PT terlebih dulu.
  3. Setelah disetujui Dewan Komisaris, bisa diajukan kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) masing-masing untuk mendapat persetujuan.

Sementara itu, Pasal 123 ayat (4) UU 40/2007 menyebutkan khusus bagi PT tertentu (lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank), maka harus mendapat persetujuan untuk melakukan penggabungan pada instansi terkait (Bank Indonesia).

Isi Rancangan Penggabungan

Adapun isi dari rencana penggabungan meliputi (Pasal 123 ayat (2) UU 40/2007):

  1. Nama dan tempat kedudukan dari setiap PT yang akan melakukan penggabungan.
  2. Alasan serta penjelasan direksi PT yang akan melakukan penggabungan dan persyaratan penggabungan.
  3. Tata cara penilaian dan konversi saham PT yang menggabungkan diri terhadap saham PT yang menerima penggabungan.
  4. Rancangan perubahan anggaran dasar PT yang menerima penggabungan apabila ada.
  5. Laporan keuangan tahunan yang meliputi tiga tahun buku terakhir dari setiap PT yang akan melakukan penggabungan.
  6. Rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari perseroan yang akan melakukan penggabungan.
  7. Neraca proforma perseroan yang menerima penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
  8. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggotadireksi, dewan komisaris, dan karyawan PT yang akan melakukan penggabungan diri.
  9. Cara penyelesaian hak dan kewajiban PT yang akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga.
  10. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap penggabungan
  11. Nama anggota direksi dan dewan komisaris serta gaji, honorarium, dan tunjangan bagi anggota direksi dandewan komisaris PT yang menerima penggabungan.
  12. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan penggabungan.
  13. Laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap PT yang akan melakukan penggabungan.
  14. Kegiatan utama setiap PT yang melakukan penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan.
  15. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan PT yang akan melakukan penggabungan.

 

Mau ngurus pendirian atau perubahan anggaran dasar dalam PT? Silakan konsultasi pada kami, Prolegal!

Author & Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in ,