Ekspansi Bisnis: Perhatikan Izin Ekspor Pangan Olahan

Ekspansi Bisnis: Perhatikan Izin Ekspor Pangan Olahan
Produk-produk pangan olahan dalam kemasan yang dipajang di minimarket atau supermarket luar negeri. | Sumber foto: Franki Chamaki/unsplash.com

“Surat Keterangan Ekspor berlaku sebagai salah satu izin ekspor yang penting dimiliki oleh pelaku usaha pangan olahan yang ingin melebarkan sayapnya di negeri tetangga.”

Ekspor pangan olahan merupakan hal yang tidak asing untuk dilakukan perusahaan atau industri yang ingin melakukan ekspansi bisnis.

Beberapa perusahaan pangan olahan di Indonesia yang telah melakukan ekspor produknya meliputi PT Indofood Sukses Makmur Tbk (terkenal dengan mi instannya), PT Ultrajaya Milk Industry Tbk (terkenal dengan susu kotaknya), dan lain-lain.

Namun, sayangnya baru-baru ini, Otoritas Taiwan diketahui menarik produk mi instan Indomie rasa Ayam Spesial dan Kari Putih dari peredaran.

Dilansir cnbcindonesia.com (29/04/2023), pihak Otoritas Taiwan menemukan adanya zat etilen oksida dalam produk mi instan tersebut. Sebab, produk-produk pangan olahan yang berada di Taiwan dilarang mengandung zat etilen oksida.

Tidak berhenti di situ, Otoritas Malaysia pun diketahui juga menarik produk Indomie rasa Ayam Spesial dan Kari Putih dari peredaran atas alasan yang sama.

Hal ini kemudian menjadi pelajaran penting bagi pelaku usaha yang hendak melakukan ekspor terhadap produk-produk pangan olahannya untuk lebih berhati-hati dan memahami aspek komprehensif dari proses pengeluaran produk tersebut.

Lantas, apa jenis izin yang harus diperhatikan sebelum melakukan ekspor pangan olahan, khususnya mi instan? Simak artikelnya berikut ini!

Baca juga: Mengenal Neraca Komoditas dalam Kegiatan Ekspor dan Impor

Izin Usaha Industri Pangan Olahan

Pada dasarnya, pelaku usaha yang kegiatannya bergerak dalam memproduksi dan menjual pangan olahan masuk dalam rezim perizinan berusaha berbasis risiko.

Pengurusan perizinan berusaha berbasis risiko, maka dapat melalui sistem Online Single Submission (OSS).

Dari situ, pelaku usaha diarahkan untuk mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai dasar legalitas.

NIB bisa terbit jika pelaku usaha mengisi data-data yang diminta dengan lengkap dan sesuai.

Salah satu data yang harus diisi adalah kesesuaian kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dengan kegiatan usahanya. 

KBLI yang memungkinkan bagi produsen pangan olahan mi instan ditunjukkan dengan kode 10740 (Industri Makaroni, Mie, dan Produk Sejenisnya).

Baca juga: Hobi Bikin Kue Kering? Yuk, Jadikan Ide Usaha dan Kenali Perizinannya

Adapun dalam uraiannya, bisnis pangan olahan ini memiliki tingkat risiko yang berbeda pada setiap skala usahanya.

Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memiliki risiko menengah rendah. Sementara usaha besar memiliki risiko tinggi.

Maka, merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP 5/2021), izin usaha yang harus dimiliki UMKM industri mi instan meliputi:

  1. NIB; dan
  2. Sertifikat standar, berdasarkan pernyataan mandiri pelaku usaha yang secara otomatis diurus lewat sistem OSS.

Sementara itu, izin usaha yang wajib dikantongi usaha besar industri mi instan di antaranya (Pasal 15 ayat (1) PP 5/2021):

  1. NIB; dan
  2. Izin.

Baca juga: Syarat Izin Penerapan CPPOB, Produsen Pangan Olahan Wajib Paham

Izin Edar sebagai PB UMKU

Selanjutnya, pelaku usaha yang memproduksi pangan olahan (dalam hal ini mi instan) harus memiliki izin edar.

Tujuannya, agar pangan olahan dapat diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait keamanan, mutu, dan gizi yang terkandung di dalamnya.

Klausul “izin edar” disebut sebagai salah satu perizinan berusaha yang didasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria sesuai penetapan dari pemerintah pusat.

Baca juga: Daftar Pangan Olahan yang Wajib Punya Izin Edar BPOM

Kewajiban memiliki izin edar diatur dalam Pasal 91 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU 18/2012), yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU 6/2023).

Kini, izin edar pangan olahan termasuk dalam perizinan berusaha untuk menunjang kegiatan usaha (PB UMKU).

PB UMKU izin edar pangan olahan diajukan terlebih dulu melalui sistem OSS.

Selanjutnya, untuk pemenuhan syarat dan kewajiban lebih lanjut akan diarahkan langsung ke sistem ereg-RBA milik BPOM.

Surat Keterangan Ekspor Pangan Olahan

Setelah memiliki izin edar, pelaku usaha pangan olahan yang hendak mengekspor produk pangan olahannya wajib mengurus Surat Keterangan Ekspor (SKE) kepada BPOM melalui laman e-BPOM.

Hal ini diatur lebih lanjut dalam Lampiran Peraturan BPOM Nomor 10 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Obat dan Makanan (Peraturan BPOM 10/2021).

Dalam hal ini, SKE terdiri dari (Lampiran Peraturan BPOM 10/2021):

  1. Certificate of Free Sale (Sertifikat Bebas Jual);
  2. Health Certificate (Sertifikat Kesehatan);
  3. To Whom it May Concern; dan
  4. Export Notification of Food Packaging.

Baca juga: Ketentuan Ekspor Kopi, Komoditas yang Banyak Meraup Untung

Sementara itu, syarat yang perlu dipenuhi pelaku usaha guna mendapatkan SKE meliputi (Lampiran Peraturan BPOM 10/2021):

  1. Izin edar pangan olahan/dokumen registrasi pangan olahan;
  2. Surat pernyataan perbedaan produk lokal dan ekspor;
  3. Surat perjanjian kerja sama antara produsen dan eksportir (hanya jika eksportir berbeda dengan produsen);
  4. Sertifikat analisa dari laboratorium terakreditasi atau sertifikat analisa dari laboratorium produsen;
  5. Sertifikat analisis 3 MCPD (untuk produk Hydrolized Vegetable Protein, Isolated Soy Protein, Soy Sauce), kecuali ada bukti pernyataan dari pembeli bahwa negara tujuan ekspor tidak mensyaratkannya.
  6. Sertifikat GMO (untuk produk dan hasil olah dari kedelai, jagung, tomat, kentang), kecuali ada bukti pernyataan dari pembeli bahwa negara tujuan ekspor tidak mensyaratkannya.
  7. Sertifikat halal apabila mencantumkan logo halal pada label/kemasan produk.
  8. Sertifikat Analisa dan hasil perhitungan Informasi Nilai Gizi (ING) jika pada label ekspor mencantumkan Informasi Nilai Gizi.
  9. Foto kemasan produk ekspor;
  10. Faktur (invoice) ;
  11. Packing list.

Mau ekspor pangan olahan ke luar negeri, tetapi bingung ngurus izinnya? Serahkan saja semuanya pada Prolegal!

Author: Adhityo Adyahardiyanto

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in ,