Jangan Asal Klaim Khasiat di Iklan Kosmetik! Berikut Ketentuannya

Jangan Asal Klaim Khasiat di Iklan Kosmetik! Berikut Ketentuannya
Sumber foto: freepik.com

Jangan Asal Klaim Khasiat di Iklan Kosmetik! Berikut Ketentuannya

“Klaim khasiat kosmetik sering diterapkan pada iklan. Namun, hal ini tidak boleh dilakukan sembarangan.”

Kosmetik, baik make up maupun skincare, saat ini telah menjadi kebutuhan dasar bagi mayoritas masyarakat.

Semakin berkembangnya inovasi dan pilihan, produk kosmetik memberikan kemudahan dalam memilih sesuai kebutuhan.

Seperti yang dikutip pada kumparan.com (31/7/2023), pelaku usaha bisnis kosmetik berlomba-lomba untuk memenangkan persaingan tersebut.

Salah satunya, dengan cara mengiklankan produk masing-masing melalui influencer kecantikan dengan klaim-klaim khasiat yang sangat menggiurkan bagi calon konsumen.

Klaim khasiat pada produk kosmetik akan menjadi masalah jika cenderung ke arah berlebihan. Bahkan, hal tersebut bisa menyesatkan bagi calon konsumen.

Maka, dihimbau bagi calon konsumen untuk lebih selektif dan tidak mudah tergiur dengan klaim-klaim kosmetik tersebut. 

Dalam rangka melindungi konsumen atas klaim-klaim tidak bertanggungjawab, pemerintah telah mengakomodir perlindungan konsumen melalui peraturan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 3 Tahun 2022 tentang Persyaratan Teknis Klaim Kosmetika (Peraturan BPOM 3/2022).

Lantas bagaimana peraturan klaim kosmetik, simak pembahasan lengkapnya!

Baca juga: Kosmetik Dalam Negeri Wajib Ada Izin Edar, Simak Syarat dan Cara Pembuatannya

Klaim Kosmetik

Klaim kosmetik adalah pernyataan berupa informasi mengenai manfaat, keamanan, dan/atau pernyataan lain terkait kosmetika (Pasal 1 ayat (2) Peraturan BPOM 3/2022).

Dalam hal ini, pelaku usaha (terdiri dari industri kosmetik, importir, dan usaha perorangan/badan usaha yang telah melakukan kontrak produksi) wajib menjamin kosmetik yang diedarkan dan diperjualbelikan di Indonesia agar memenuhi persyaratan teknis klaim.

Persyaratan teknis klaim terdiri dari klaim pada penandaan dan klaim pada iklan.

Baca juga: Kosmetik Ilegal Masih Marak, Ini Jerat Hukumnya

Kriteria Klaim 

Sementara itu, kriteria klaim pada penandaan dan iklan yang wajib dipenuhi pelaku usaha kosmetik meliputi (Pasal 3 ayat (2) Peraturan BPOM 3/2022):

  1. Kepatuhan hukum;
  2. Kebenaran;
  3. Kejujuran;
  4. Keadilan;
  5. Dapat dibuktikan;
  6. Jelas dan mudah dimengerti; dan
  7. Tidak boleh menyatakan seolah-olah sebagai obat atau bertujuan untuk mencegah suatu penyakit.

Baca juga: PB UMKU Adalah: Izin Operasional/Komersial dalam Implementasi OSS RBA

Kewajiban untuk Menjamin dan Memantau Klaim Iklan Kosmetik

Pelaku usaha (termasuk produsen kosmetik) yang telah memiliki izin edar disebut dengan Pemilik Nomor Notifikasi.

Pemilik Nomor Notifikasi wajib menjamin klaim yang tercantum pada penandaan dan/atau yang telah dipublikasikan dalam iklan.

Kemudian, bagaimana jika Pemilik Nomor Notifikasi memakai jasa pihak lain untuk mengiklankan produknya (contoh, melalui perusahaan agensi atau membayar jasa endorse artis/publik figur)?

Maka, Pemilik Nomor Notifikasi juga wajib memantau dan memastikan klaim pada publikasi iklan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Pasal 4 ayat (3) Peraturan BPOM 3/2022).

Baca juga: Macam Izin Usaha Klinik, Bisnis Kesehatan yang Menjanjikan

Syarat Penentuan Klaim

Klaim harus memenuhi unsur objektivitas, kebenaran, dan tidak menyesatkan. Hal ini dijadikan landasan bagi konsumen untuk menentukan pilihan kosmetik.

Oleh karena itu, pelaku usaha kosmetik wajib menentukan klaim dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut (Lampiran Peraturan BPOM 3/2022):

  1. Klaim dievaluasi dari keseluruhan kalimat;
  2. Klaim harus benar dan dapat dibuktikan;
  3. Klaim harus objektif, tidak merendahkan perusahaan, organisasi, industri, atau produk pesaing;
  4. Klaim tidak menjanjikan hasil mutlak seketika;
  5. Klaim tidak menggunakan kalimat yang bertujuan untuk mengobati seolah-olah sebagai obat atau mencegah suatu penyakit, atau memakai kata-kata yang mengarah kepada istilah medis;
  6. Klaim tidak menggambarkan atau menimbulkan kesan adanya anjuran, rekomendasi, atau keterangan tentang penggunaan kosmetika dari suatu laboratorium, lembaga riset, instansi pemerintah, organisasi profesi kesehatan atau kecantikan dan/atau tenaga kesehatan;
  7. Klaim tidak memuat:
    • Nama;
    • Logo/lambang; dan/atau
    • IdentitasDari kementerian/lembaga dan/atau laboratorium/instansi yang melakukan analisis. Selain itu klaim juga dilarang mengeluarkan sertifikat terhadap kosmetika, kecuali untuk logo dengan nama yang melekat menjadi satu kesatuan, misalkan logo halal dari Majelis Ulama Indonesia.
  8. Klaim tidak menggunakan kata-kata berlebihan, seperti “tidak berbahaya”, “tidak ada efek samping”, “ampuh”, dan/atau kata/kalimat yang bermakna sama.
  9. Kecuali disertai dengan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan, klaim dilarang:
    • Mencantumkan pernyataan yang dikeluarkan oleh suatu organisasi atau lembaga tertentu;
    • Menggunakan kata-kata berlebihan seperti “aman”. Contohnya: “aman untuk kulit sensitif bila digunakan sesuai dengan ketentuan”;
    • Menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, “top”, atau kata-kata berawalan “ter”, dan/atau bermakna sama;
    • Menggunakan kata “100%”, “murni”, “asli” atau bermakna sama untuk menyatakan sesuatu kandungan, kadar, bobot, tingkat mutu, dan sebagainya; dan
    • Menggunakan kata “satu-satunya”, “hanya”, “cuma”, atau yang bermakna sama.
  10. Klaim tidak mencantumkan pernyataan tidak mengandung nama bahan (ingredient) yang diperbolehkan dalam kosmetika. Namun, dikecualikan bagi bahan yang terkait dengan budaya, agama, aroma dan/atau yang terbukti dapat menimbulkan alergi. Contohnya: bebas alkohol, dan lain-lain.
  11. Klaim tidak mencantumkan pernyataan tidak mengandung bahan yang dilarang dalam kosmetika.
  12. Klaim tidak mencantumkan pernyataan cara penggunaan luar definisi kosmetika.

Baca juga: Jangan Asal, Ini Ketentuan Iklan Produk Pangan Olahan

Sanksi

Apabila pelaku usaha kosmetik melanggar ketentuan terkait klaim kosmetik, maka dapat diancam sanksi administratif yang meliputi (Pasal 5 ayat (2) Peraturan BPOM 3/2022): 

  1. Peringatan tertulis;
  2. Penarikan;
  3. Pemusnahan;
  4. Penghentian sementara kegiatan;
  5. Pembatalan/pencabutan nomor notifikasi;
  6. Pengumuman kepada publik; dan/atau
  7. Rekomendasi kepada instansi terkait sebagai tindak lanjut hasil pengawasan.

Selain sanksi administratif, terdapat pula sanksi pidana yang diatur dalam peraturan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999), apabila produk kosmetik:

  1. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang (Pasal 8 huruf d);
  2. Tidak sesuai dengan janji dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan atau promosi (Pasal 8 huruf f); serta
  3. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek samping (Pasal 9 huruf j).

Adapun sanksi pidana yang menjerat tersebut memiliki ketentuan sebagai berikut (Pasal 62 UU 8/1999):

  1. Pidana penjara, paling lama 5 tahun; atau
  2. Denda, paling banyak 2 miliar.

Sedang mengurus klaim usaha kosmetik, namun masih bingung dengan prosedurnya? Silakan konsultasi pada Prolegal, dengan cara klik .

Author: Genies Wisnu Pradana

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in ,