Legalitas Usaha Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) seperti GoPay dan OVO

Legalitas Usaha Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) seperti GoPay dan OVO
Ilustrasi usaha penyedia jasa pembayaran (PJP) | Sumber foto: freepik.com

Legalitas Usaha Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) seperti GoPay dan OVO

“Dalam mendirikan usaha PJP, maka wajib memenuhi ketentuan yang diatur oleh Bank Indonesia untuk mendapatkan legalitas.”

Penggunaan teknologi digital yang masif telah merubah cara masyarakat bertransaksi.

Alih-alih menggunakan uang konvensional, kini masyarakat lebih memilih melakukan transaksi dengan uang digital (cash less). Bertransaksi menggunakan cara ini dinilai lebih praktis dan cepat.

Layanan uang digital disediakan oleh Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/6/PBI/2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran (Peraturan BI 23/6/PBI/2021).

PJP adalah bank atau lembaga selain bank yang menyediakan jasa untuk memfasilitasi transaksi pembayaran kepada pengguna jasa. Hal ini sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 1 ayat (4) Peraturan BI 23/6/PBI/2021.

Contoh PJP yang terkenal di Indonesia adalah bank dan perusahaan financial technology, seperti GoPay, OVO, ShopeePay, dan sebagainya.

PJP menyelenggarakan aktivitas yang meliputi penyediaan informasi sumber dana, payment initiation, dan/atau acquiring services, penatausahaan sumber dana, dan/atau layanan remitansi. Keempat izin tersebut didapatkan secara terpisah.

Perlu diketahui bahwa dalam mendirikan usaha PJP, maka perlu memenuhi persyaratan dan prosedur sesuai dengan peraturan Bank Indonesia. Hal ini supaya PJP terjamin legalitasnya.

Lantas, bagaimana seluk-beluk legalitas usaha PJP di Indonesia?

Baca juga: Legalitas Usaha untuk Asuransi Umum

Kategori Izin

PJP wajib memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai identitas untuk melakukan kegiatan usaha.

NIB dapat diurus melalui sistem Online Single Submission (OSS). Maka, wajib mengetahui kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang sesuai terlebih dulu.

Dalam hal ini, PJP memiliki KBLI 66411. Kegiatan usaha pada KBLI 66411 diidentifikasi sebagai risiko tinggi.

Perlu dicatat bahwa Lembaga OSS hanya berwenang untuk mengeluarkan NIB saja.

Sementara itu, izin PJP diterbitkan oleh Bank Indonesia (Pasal 11 Peraturan BI 23/6/PBI/2021).

Izin PJP dapat dikategorikan sebagai berikut (Pasal 12 Peraturan BI 23/6/PBI/2021):

  1. Kategori izin satu, meliputi aktovitas:
    • Penatausahaan sumber dana;
    • Penyediaan informasi sumber dana;
    • Payment initiation dan/atau acquiring services; dan
    • Layanan remitansi.
  2. Kategori izin dua meliputi aktivitas:
    • Penyediaan informasi sumber dana; dan
    • Payment initiation dan/atau acquiring services.
  3. Kategori izin tiga meliputi aktivitas:
    • Layanan remitansi; dan/atau
    • Lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia.

Lama periode suatu bank atau lembaga memiliki perizinan PJP akan ditentukan oleh Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan kategori izin, aktivitas yang diselenggarakan, dan/atau sumber dana yang diproses (Pasal 13 ayat (1) dan (2) Peraturan BI 23/6/PBI/2021).

Baca juga: Mengenal Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat (PSE Lingkup Privat)

Aspek Perizinan

Pihak yang mengajukan permohonan izin untuk menjadi PJP harus memenuhi persyaratan izin yang ditetapkan Bank Indonesia, dengan meliputi aspek (Pasal 14 Peraturan BI 23/6/PBI/2021):

  1. Kelembagaan, meliputi:
  2. Legalitas badan hukum, kepemilikan, pengendalian, dan kepengurusan;
  3. Permodalan dan keuangan, meliputi:
    • Kategori izin satu, paling sedikit Rp15 miliar;
    • Kategori izin dua, paling sedikit Rp5 miliar;
    • Kategori izin tiga, paling sedikit Rp500 juta atau Rp1 miliar.
  4. Manajemen risiko, meliputi:
    • Risiko hukum;
    • Risiko operasional;
    • Risiko likuiditas.
  5. Kapabilitas sistem informasi

Baca juga: SIUPMSE, Izin Usaha untuk Penyelenggara E-Commerce

Pengajuan Izin

Dikutip dari laman resmi Bank Indonesia, terdapat tata cara pengajuan PJP secara umum yang dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Sebelum mengajukan perizinan sebagai PJP, maka harus menghadiri Pre Consultative Meeting yang disampaikan melalui https://www.bi.go.id/elicensing. Tujuannya untuk melakukan asesmen terhadap kesesuaian model bisnis yang akan dijalankan.
  2. Calon PJP melakukan asesmen secara mandiri (self-assessment) untuk memastikan seluruh persyaratan izin dan dokumen yang diajukan telah dipenuhi.
  3. Mengakses aplikasi e-Licensing Bank Indonesia pada website Bank Indonesia.
  4. Permohonan izin atau penetapan yang akan diajukan dalam sistem e-Licensing.

Baca juga: PB UMKU Adalah: Izin Operasional/Komersial dalam Implementasi OSS RBA

Sanksi

Dalam hal PJP melanggar ketentuan yang berlaku maka dapat dikenakan sanksi administratif berupa (Pasal 7 ayat (1) Peraturan BI 23/6/PBI/2021):

  1. Teguran
  2. Penghentian sementara, sebagian, atau seluruh kegiatan termasuk pelaksanaan kerja sama dan/atau
  3. Pencabutan izin sebagai PJP.

Sedang mengurus izin penyedia jasa pembayaran, namun masih bingung dengan syarat dan prosedurnya? Silakan konsultasi pada Prolegal, dengan cara klik .

Author: Genies Wisnu Pradana

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in ,