Perbedaan E-Licensing PBF (E-PBF) dan PSEF dalam Bisnis Farmasi

Perbedaan E-Licensing PBF (E PBF) dan PSEF dalam Bisnis Farmasi

“Pelaku usaha farmasi dengan model bisnis B2B wajib mengurus E-PBF.”

Industri farmasi telah menjadi salah satu sektor yang vital dalam perekonomian global.

Dengan terus meningkatnya permintaan akan produk kesehatan dan perawatan diri, bisnis farmasi menjadi peluang yang menarik bagi para pelaku usaha.

Salah satu pelaku usaha dalam bidang farmasi adalah Pedagang Besar Farmasi (PBF), yang dapat menjalankan usahanya pedagang besar farmasi harus memperoleh izin dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kegiatan PBF mencakup kegiatan usaha yang bergerak dalam hal pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat/dan bahan obat untuk manusia dalam jumlah yang besar.

PBF dalam kegiatannya harus mendaftarkan e-licensing Perdagangan Besar Farmasi (E-PBF).

Lantas, bagaimana ketentuan terkait E-PBF secara umum dan apa bedanya dengan Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF)?

Baca juga: Pendaftaran PSEF bagi Pelaku Usaha Farmasi

E-PBF untuk Perdagangan Besar Farmasi

Dikutip dari laman resmi Kemenkes dan modul “User Manual Perdagangan Besar Farmasi” oleh Kemenkes, aplikasi e-licensing ini dibangun untuk memfasilitasi layanan publik.

Layanan publik yang dimaksud adalah proses perizinan terintegrasi untuk izin industri farmasi, industri ekstrak bahan alam, industri obat tradisional, produksi kosmetika, dan pedagang besar farmasi.

Pelaku usaha dapat mengakses atau melakukan registrasi E-PBF melalui laman e-Licensing Kemenkes

Baca juga: Legalitas Usaha Untuk Pedagang Besar Farmasi

Persyaratan E-PBF

Berdasarkan informasi yang didapat Tim Prolegal dan dikonfirmasi langsung oleh Kemenkes, setidaknya diperlukan beberapa dokumen persyaratan sebelum mengurus E-PBF, di antaranya yaitu:

  1. Perusahaan memiliki Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Perdagangan Besar Farmasi.
  2. Nomor Induk Berusaha (NIB).
  3. Status Permodalan: Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau Penanaman Modal Asing (PMA).
  4. Jenis Perdagangan Besar:
    1. Obat dan Bahan Obat (contohnya).
  5. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
  6. Data Penanggung Jawab, di antaranya:
    1. Kartu Tanda Penduduk (KTP);
    2. E-mail; dan
    3. Nomor telepon.
  7. Memiliki izin yang terbit dari Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA) yang telah memenuhi komitmen.
  8. Memiliki Nomor Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
  9. Data Apoteker Penanggung Jawab, yang disertai:
    1. KTP;
    2. NPWP;
    3. Alamat lengkap;
    4. Telepon dan e-mail;
    5. Ijazah Sarjana dan Apoteker;
    6. Surat Pernyataan Kesediaan Bekerja Penuh dari Apoteker;
    7. Surat Pengangkatan Apoteker dan/atau Perjanjian Kerja dengan Penanggung Jawab Apoteker.
  10. Terdapat ketersedian gudang untuk penyimpanan ketersedian obat.

Baca juga: Pengusaha Farmasi, Jangan Abai pada Ketentuan Izin Edar Obat!

Perbedaan E-PBF dengan PSEF

Sering kali pelaku usaha menganggap E-PBF sama dengan PSEF atau sebaliknya. Padahal, keduanya merupakan dua sistem perizinan yang berbeda.

Masih berdasarkan informasi dari Tim Prolegal yang telah dikonfirmasi langsung oleh Kemenkes, setidaknya terdapat beberapa perbedaan antara E-PBF dan PSEF, yaitu sebagai berikut:

E-PBF

E-PBF ditujukan pada bisnis dengan model business to business (B2B).

B2B merujuk pada jenis perdagangan atau transaksi ekonomi yang terjadi antara dua bisnis atau perusahaan.

Selain itu, pada model B2B, fokus utama adalah menyediakan produk atau layanan untuk digunakan oleh perusahaan lain, bukan langsung oleh konsumen akhir.

Oleh karena itu, pada konteks usaha farmasi, maka ditujukan pada pelaku usaha dengan perdagangan besar antara perusahaan.

Hal ini merujuk pada Klasifikasi Baku Lapangan Indonesia (KBLI) 46441 (Perdagangan Besar Obat Farmasi untuk Manusia) dan tergolong pada risiko usaha tingkat tinggi.

Baca juga: Kewajiban Apotek yang Menjual Obat secara Online

PSEF

Sedangkan, PSEF ditujukan pada model business to consumer (B2C).

B2C merupakan suatu model bisnis, dalam hal ini suatu perusahaan menjual produk atau layanan langsung kepada konsumen akhir. Oleh karena itu, usaha farmasi B2C ini merujuk pada pengecer.

KBLI ini dapat merujuk pada:

  1. KBLI 47721 Perdagangan Eceran Barang dan Obat Farmasi untuk Manusia di Apotik; atau
  2. KBLI 47724 Perdagangan Eceran Kosmetik untuk Manusia.

Perusahaan Anda bergerak dalam bidang perdagangan besar farmasi dan hendak mengurus perizinan E-PBF, akan tetapi masih bingung dengan syarat dan prosedurnya?

Prolegal berpengalaman dalam menangani berbagai urusan legalitas bisnis. Silakan hubungi kami dengan cara klik tombol di bawah ini.

Author: Genies Wisnu Pradana

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in ,