Predatory Pricing: Pengertian dan Bahayanya bagi Kegiatan Ekonomi Indonesia

Predatory Pricing: Pengertian dan Bahayanya bagi Kegiatan Ekonomi Indonesia
Sumber foto: freepik.com

“Membuat diskon besar-besaran di bawah harga pasar bisa termasuk predatory pricing.”

Dalam dunia bisnis yang semakin kompetitif, persaingan harga adalah salah satu strategi yang paling umum digunakan oleh perusahaan untuk menarik lebih banyak konsumen.

Salah satu caranya adalah dengan memberikan diskon besar-besaran bahkan sampai di bawah harga pasar.

Namun, perlu diwaspadai bahwa pelaku usaha yang melakukan hal tersebut dapat dikatakan sebagai predatory pricing yang dilarang dalam sistem ekonomi di Indonesia.

Sebab, hal tersebut dapat menimbulkan persaingan bisnis yang tidak sehat dan mengancam usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang ada di Indonesia.

Ketentuan tersebut diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999).

Lantas, bagaimana penjelasan terkait predatory pricing?

Baca juga: SIUPMSE, Izin Usaha untuk Penyelenggara E-Commerce

Definisi

Walaupun memberikan diskon termasuk dalam salah satu strategi marketing untuk meningkatkan penjualan suatu barang, namun dalam pelaksanaannya harus hati-hati dan memperhatikan ketentuan yang berlaku.

Sebab, seperti yang telah disinggung pada penjelasan di atas, diskon yang berlebihan dapat tergolong sebagai predatory pricing.

Dalam hal ini, lembaga independen yang mengawasi tentang persaingan usaha disebut dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Menurut Buku Teks Persaingan Usaha KPPU, predatory pricing adalah praktek menjual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya.

Kegiatan usaha termasuk kategori predatory pricing, apabila:

  1. Menghambat pelaku usaha lain masuk ke pasar;
  2. Konsumen dalam jangka pendek mendapatkan harga dibawah rata-rata dan dikemudian hari harga yang ditawarkan meningkat; dan
  3. Pelaku usaha mengurangi produksi pada waktu yang akan datang dan menaikan harga.

Baca juga: Belajar dari Kasus Dugaan Monopoli Google Indonesia

Contoh Kasus

Perkembangan teknologi juga turut andil dalam perkembangan ekonomi.

Kini, kegiatan jual beli dapat dilakukan secara online melalui platform digital atau e-commerce.

Namun, akhir-akhir ini banyak ditemui dugaan predatory pricing pada e-commerce.

Dikutip dari tempo.co (28/9/2023), Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengungkapkan bahwa salah satu platform social media dan e-commerce TikTok Shop telah melakukan predatory pricing.

Sebab, pedagang di TikTok Shop menjual produk dengan harga sangat murah pada fasilitas live streaming.

Hal tersebut telah merugikan pelaku UMKM lokal. Kegiatan predatory pricing dilakukan sekitar 6 bulan. Setelah pembelian banyak, maka penjual akan menaikkan kembali ke harga normal.

Baca juga: Kartel Penimbunan Minyak Goreng, Berdampak pada Persaingan Usaha Tidak Sehat

Dampak

Predatory pricing sangat berdampak buruk pada ekonomi Indonesia, yaitu sebagai berikut:

Menghancurkan persaingan bisnis

Dengan menjual produk di bawah biaya produksi atau harga pesaing, maka perusahaan yang menerapkan strategi ini dapat membuat pesaing mengalami kerugian yang signifikan atau bahkan keluar dari pasar.

Kerugian konsumen

Walaupun konsumen diuntungkan di awal, akan tetapi setelah masa predatory pricing selesai, maka penjual akan menaikkan harga hingga harga normal kembali. Selain itu, pesaing bisnis akan keluar pasar, sehingga perusahaan yang mendominasi pasar dapat dengan mudah meningkatkan harga produk ke depannya.

Merugikan UMKM Indonesia

Barang-barang UMKM menjadi tidak laku akibat konsumen memilih barang relatif murah. Dalam hal ini, modal bahan baku produk lokal tidak bisa bersaing akibat barang-barang yang didatangkan dari luar memiliki harga yang sangat murah.

Baca juga: Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK) Sudah Tidak Berlaku, Apa Gantinya?

Sanksi

Sanksi pidana menjerat pelaku usaha yang terbukti melakukan predatory pricing, yaitu sebagai berikut (Pasal 48 ayat (2) UU 5/1999):

  1. Pidana denda, paling rendah Rp5 miliar dan paling besar Rp25 miliar; atau
  2. Pidana kurungan pengganti denda, maksimal 5 bulan.

Sedang mengurus legalitas bisnis, namun masih bingung dengan prosedurnya? Silakan konsultasi pada Prolegal, dengan cara klik di sini

Author: Genies Wisnu Pradana 

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in ,