Menu Mie Gacoan Ganti Nama, Ada Hubungannya sama Sertifikat Halal?

Menu Mie Gacoan Ganti Nama, Ada Hubungannya sama Sertifikat Halal?
Produk yang tersaji di salah satu gerai Mie Gacoan. | Sumber Foto: Instagram @mie.gacoan

“Mie Gacoan sempat membuat heboh khalayak karena kala itu belum memiliki sertifikat halal.”

Jika diperhatikan, beberapa hari yang lalu nama-nama menu di gerai Mie Gacoan sudah berubah.

Seperti yang diketahui, nama produk yang disajikan Mie Gacoan awalnya mengandung unsur setan. Sebutlah mie iblis, mie setan, es pocong, es genderuwo, dan sebagainya.

Namun, saat ini jika Anda menilik di gerai Mie Gacioan terdekat atau di berbagai aplikasi pesan antar makanan, nama produknya telah berubah menjadi unsur permainan tradisional. Beberapa di antaranya seperti mie hompimpa (mie setan), mie gacoan (mie iblis), es gobak sodor (es genderuwo), dan sebagainya.

Perubahan nama di restoran Mie Gacoan yang sebenarnya ikonik ini bisa jadi ada hubungannya dengan sertifikat halal. Mengapa bisa demikian?

Baca juga: Mi Pedas Kekinian Makin Laris! Simak Ketentuan Izin Usahanya

Sertifikat Halal Mie Gacoan

Jika kembali ke beberapa bulan yang lalu, Mie Gacoan memang sempat membuat heboh khalayak karena ketahuan belum memiliki sertifikat halal. Padahal, Mie Gacoan termasuk restoran yang laris manis di kalangan masyarakat, terutama para remaja.

Walau akhirnya pada tanggal 1 Desember 2022 Mie Gacoan mengumumkan telah memiliki sertifikat halal dengan nomor ID00110000605881022, tetapi hanya berlaku pada kehalalan bahan bakunya saja.

Padahal, untuk bisa memiliki sertifikat halal secara keseluruhan, maka tidak hanya dilihat dari bahan baku saja. Melainkan harus menilik komponen lainnya juga.

Melihat dari kasus di atas, sebenarnya apa saja yang perlu diperhatikan saat mengurus permohonan sertifikat halal?

Baca juga: Sederet Alasan di Balik Perkara Sertifikat Halal Mie Gacoan

Dokumen yang Perlu Disiapkan untuk Mengurus Sertifikat Halal

Pelaku usaha yang mengklaim bahan baku produknya halal wajib mengurus sertifikat halal.

Hal ini diatur lebih rinci dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU 33/2014) dan beberapa perubahannya dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU 6/2023).

Selain itu, teknis lebih lanjut diutarakan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (PP 39/2021) dan beberapa peraturan serta keputusan dari Kementerian Agama.

Berdasarkan ketentuan dari regulasi di atas, permohonan untuk sertifikat halal diajukan pada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, bukan lagi di Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun, MUI tetap menetapkan kehalalan produk melalui sidang fatwanya.

Sebagai informasi, pengajuan untuk sertifikat halal tersebut dapat dilakukan secara daring melalui laman ptsp.halal.go.id.

Baca juga: Simak! Ini Syarat untuk Mendapatkan Sertifikat Halal Reguler

Adapun beberapa dokumen yang wajib disiapkan oleh pelaku usaha saat mengajukan permohonan sertifikat halal meliputi (Pasal 59 PP 39/2021):

1. Data pelaku usaha, dibuktikan dengan:

  • Nomor Induk Berusaha (NIB); atau
  • Dokumen perizinan berusaha lainnya.

2. Nama dan jenis produk, harus sesuai dengan nama dan jenis produk yang akan disertifikasi halal.

3. Daftar produk dan bahan yang digunakan, harus merupakan produk dan bahan halal yang dibuktikan dengan sertifikat halal. Namun, dikecualikan bagi bahan yang:

  • Berasal dari alam berupa tumbuhan dan bahan tambang tanpa melalui proses pengolahan;
  • Dikategorikan tidak berisiko mengandung bahan yang diharamkan; dan/atau
  • Tidak tergolong berbahaya serta tidak bersinggungan dengan bahan haram.

4. Pengolahan produk, dengan melampirkan dokumen yang memuat keterangan mengenai:

  • Pembelian;
  • Penerimaan;
  • Penyimpanan;
  • Bahan yang digunakan;
  • Pengolahan;
  • Pengemasan;
  • Penyimpanan;
  • Produk jadi; dan
  • Distribusi.

5. Dokumen Sistem Jaminan Produk Halal.

Baca juga: Wajib Tahu! Inilah Ketentuan Mengurus Self-Declare untuk Sertifikasi Halal UMK

Pentingnya Memperhatikan Nama Produk untuk Sertifikat Halal

Seperti yang sudah disebutkan di atas, salah satu yang perlu diperhatikan pelaku usaha saat mengurus sertifikat halal adalah kesesuaian nama dan jenis produk.

Maksudnya, nama dan jenis produk harus sesuai dengan penafsiran dari MUI sebagai pihak yang menetapkan kehalalan produk.

Adapun beberapa nama produk yang tidak bisa disertifikasi halal diatur dalam Lampiran SK46/Dir/LPPOM MUI/XII/14 tentang Ketentuan Penulisan Nama Produk dan Bentuk Produk, yaitu meliputi:

  1. Nama produk yang mengandung nama minuman keras. Contohnya rootbeer, es krim rasa rhum raisin, bir 0% alkohol, dan sebagainya.
  2. Nama produk yang mengandung nama babi dan anjing serta turunannya. Contohnya, babi panggang, babi goreng, beef bacon, hamburger, hotdog, dan sebagainya.
  3. Nama produk yang mengandung nama setan. Contohnya, mi setan, es pocong, mi ayam kuntilanak, bakso tuyul beranak, dan sebagainya.
  4. Nama produk yang mengarah kepada hal-hal yang menimbulkan kekufuran dan kebatilan. Contohnya, coklat Valentine, biskuit Natal, mi Gong Xi Fa Cai, dan sebagainya.
  5. Nama produk yang mengandung kata-kata yang berkonotasi erotis, vulgar, dan porno. Contohnya, kue striptis, susu tante girang, dan sebagainya.

Baca juga: Gerai Sushi di Indonesia, Sudahkah Mengantongi Sertifikat Halal?

Kewajiban Pelaku Usaha saat Mengajukan Permohonan Sertifikat Halal

Apabila pelaku usaha sudah menyiapkan berbagai dokumen yang diperlukan untuk permohonan sertifikat halal, maka wajib juga untuk memperhatikan hal-hal berikut (Pasal 49 PP 39/2021)

  1. Memberikan informasi secara benar, jelas, dan jujur;
  2. Memisahkan lokasi, tempat dan alat penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara produk halal dan tidak halal;
  3. Memiliki penyelia halal; dan
  4. Melaporkan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH.

 

Catatan: Artikel ini telah dilakukan pengkinian (update) terhadap beberapa bagian karena Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 yang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 sebagai undang-undang (Perppu Cipta Kerja) telah terbit dan mencabut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 (UU Cipta Kerja).

 

Mau ngurus sertifikat halal sekalian izin edar pangan olahan dengan akurat? Dapatkan layanan tersebut hanya di Prolegal!

Author & Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in ,