Syarat dan Larangan Klaim pada Iklan Pangan Olahan

Syarat dan Larangan Klaim pada Iklan Pangan Olahan
Ilustrasi bahan pangan olahan. | Sumber: freepik.com

Syarat dan Larangan pada Klaim pada Iklan Pangan Olahan

“Klaim pada iklan pangan olahan dilarang asal-asalan karena harus sesuai dengan regulasi yang berlaku.”

Semakin berkembangnya varian produk pangan olahan, secara tidak langsung telah memudahkan calon konsumen untuk memilih sesuai kebutuhannya.

Mulai dari komposisi, proses pembuatan, hingga kandungan gizi dan jaminan mutu lainnya.

Namun, disarankan agar masyarakat tidak mudah tergiur dengan klaim yang tertera pada iklan pangan olahan.

Sebab, klaim yang tertera pada iklan pangan olahan harus didasari oleh bukti yang dapat diverifikasi. Selain itu, klaim juga harus sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 

Hal tersebut penting untuk memberikan informasi yang akurat kepada calon konsumen, mencegah praktik penipuan, serta menjaga produk sesuai dengan standar kesehatan dan keamanan pangan.

Demi melindungi konsumen atas klaim pangan olahan yang menyesatkan, pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan regulasi dalam bentuk Peraturan BPOM Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pengawasan Klaim pada Label dan Iklan Pangan Olahan (Peraturan BPOM 1/2022).

Lantas, bagaimana ketentuan klaim pangan olahan pada iklan secara lebih lanjut?

Baca juga: Catat! Berikut Ketentuan Iklan Produk Pangan Olahan

Klaim pada Iklan Pangan Olahan

Kaim pangan olahan adalah adalah segala bentuk uraian yang menyatakan, menyarankan atau secara tidak langsung menyatakan perihal karakteristik tertentu suatu pangan yang berkenaan dengan asal usul, kandungan gizi, sifat, produksi, pengolahan, komposisi atau faktor mutu lainnya (Pasal 1 ayat (2) Peraturan BPOM 1/2022).

Sebelum produk pangan olahan diiklankan, klaim harus diletakkan pada label terlebih dulu. 

Dalam hal ini, klaim pada label produk pangan olahan meliputi (Pasal 2 ayat (1) Peraturan BPOM 1/2022):

  1. Klaim gizi/nongizi;
  2. Klaim kesehatan;
  3. Klaim isotonik;
  4. Klaim vegan; dan
  5. Klaim terkait mikroorganisme.

Baca juga: Sistem Baru ereg RBA, Ini Dampaknya terhadap Izin Edar Pangan Olahan

Pedoman Klaim Pangan Olahan

Klaim pada label pangan olahan diterapkan dengan memperhatikan (Pasal 3 Peraturan BPOM 1/2022):

  1. Jenis, jumlah, dan fungsi zat gizi atau zat non gizi;
  2. Jumlah pangan yang wajar dikonsumsi sehari; pola konsumsi gizi seimbang;
  3. Kondisi kesehatan masyarakat;
  4. Kelayakan pangan sebagai pembawa zat gizi atau zat non gizi; dan
  5. Kelayakan pangan untuk mencantumkan klaim.

Baca juga: Daftar Pangan Olahan yang Wajib Punya Izin Edar BPOM

Sebagai catatan, informasi klaim yang dicantumkan dalam iklan harus sesuai dengan label yang disetujui pada saat mendapatkan izin edar pangan olahan (Pasal 4 Peraturan BPOM 1/2022).

Pengawasan klaim produk pangan olahan di Indonesia dilakukan oleh BPOM.

Selain itu, terdapat persyaratan agar pangan olahan hanya dapat mencantumkan klaim pada label jika memenuhi persyaratan asupan per sajian tidak lebih dari (Pasal 5 ayat (2) Peraturan BPOM 1/2022):

  1. 18 g lemak total;
  2. 6 g lemak jenuh;
  3. 60 mg kolesterol; dan
  4. 300 mg natrium.

Baca juga: Ketentuan Label dalam Pangan Olahan Industri Rumah Tangga (PIRT)

Larangan

Selain itu, pada label dan iklan pangan olahan, pelaku usaha dilarang untuk (Pasal 28 Peraturan BPOM 1/2022):

  1. Mencantumkan klaim untuk pangan olahan yang diperuntukkan bagi bayi, kecuali diatur secara khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
  2. Mencantumkan klaim penurunan risiko penyakit untuk pangan olahan yang diperuntukkan bagi anak berusia 1 sampai dengan 3 tahun, kecuali diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan;
  3. Mencantumkan klaim yang menyatakan bebas zat gizi/zat nongizi pada pangan olahan yang secara alami tidak mengandung zat gizi/zat nongizi, kecuali diatur secara khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  4. Memuat pernyataan bahwa konsumsi pangan olahan tersebut dapat memenuhi kebutuhan semua zat gizi;
  5. Mencantumkan Klaim yang memanfaatkan kekhawatiran konsumen;
  6. Mencantumkan Klaim yang menyebabkan konsumen;
  7. Mengonsumsi suatu jenis pangan olahan secara tidak benar; dan/atau
  8. Mencantumkan klaim yang menggambarkan bahwa pangan olahan dapat mencegah, mengobati atau menyembuhkan penyakit.

Baca juga: Ekspansi Bisnis: Perhatikan Izin Ekspor Pangan Olahan

Sanksi

Klaim pangan olahan sangat berkaitan dengan perlindungan konsumen sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

Dalam peraturan tersebut, pelaku usaha yang melakukan hal-hal berikut akan dikenakan sanksi pidana, di antaranya:

  1. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut (Pasal 8 huruf d UU 8/1999).
  2. Tidak sesuai dengan janji dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut (Pasal 8 huruf f UU 8/1999).
  3. Mengiklankan dengan menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap (Pasal 9 huruf j UU 8/1999).

Adapun ketentuan sanksi pidana yang dimaksud meliputi (Pasal 62 ayat (1) UU 8/1999):

  1. Pidana penjara, paling lama 5 tahun; atau
  2. Denda, paling banyak 2 miliar.

Sedang mengurus izin edar pangan olahan, namun masih bingung dengan prosedurnya? Silakan konsultasi pada Prolegal, dengan cara klik di sini

Author: Genies Wisnu Pradana
Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in ,