Hak Milik dan Hak Guna Bangunan Sebagai Pertimbangan Membeli Ruko untuk Kegiatan Usaha

Hak Milik dan Hak Guna Bangunan Sebagai Pertimbangan Membeli Ruko untuk Kegiatan Usaha

Hak Milik dan Hak Guna Bangunan Sebagai Pertimbangan Membeli Ruko untuk Kegiatan Usaha

“Terdapat sejumlah aspek yang membedakan hak milik tanah dengan hak guna bangunan yakni kepemilikan, masa berlaku, dan tingkat kuasa.”

Pemilihan jenis kepemilikan atas suatu ruko menjadi pertimbangan penting bagi para pelaku usaha. 

Salah satu pertimbangan penting bagi para pengusaha adalah apakah lebih baik membeli ruko dengan alas hak tanah berupa Hak Milik (HM) dan Hak Guna Bangunan (HGB). 

Kedua opsi ini memiliki konsekuensi hukum yang berbeda yang mana hal ini perlu dipahami dengan baik sebelum membuat keputusan investasi bisnis, atau dalam hal ini untuk membeli ruko.

Oleh karena itu, dalam artikel ini akan dijelaskan secara rinci mengenai perbandingan antara kepemilikan ruko dengan status hak tanah berupa HM dan HGB dari perspektif hukum. 

Diharapkan dengan memahami implikasi hukum dari masing-masing opsi, maka pelaku usaha dapat membuat keputusan yang lebih terinformasi dan tepat sesuai dengan kebutuhan bisnisnya masing-masing ketika membeli ruko nantinya.

Lantas, apa saja perbedaan HM dan HGB? Simak selengkapnya!

Baca juga: Pentingnya Legalitas Tanah (SHGB) untuk Membangun Tempat Usaha

Definisi HM dan HGB

Indonesia, mengatur mengenai hak tanah secara umum melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU 5/1960).

Secara definisi, HM adalah hak turun-menurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah (Pasal 20 ayat (1) UU 5/1960)

Sedangkan, HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri (Pasal 35 ayat (1) UU 5/1960)

Berdasarkan undang-undang tersebut pula, terdapat sejumlah aspek yang membedakan tanah dengan alas hak HM dan tanah dengan alas hak HGB, yakni kepemilikan, masa berlaku, dan tingkat kuasa.

Baca juga: PBG Adalah: Legalitas untuk Sarana Kegiatan Usaha (Bangunan Gedung)

Kepemilikan HM dan HGB

Ruko dengan dasar alas hak HM dalam hal ini hanya dapat dimiliki oleh orang-perseorangan kewarganegaraan Indonesia (Pasal 21 ayat (1) UU 5/1960)

Dengan kata lain, badan usaha baik yang berbadan hukum atau bukan berbadan hukum tidak bisa memegang ruko dengan yang beralaskan SHM.

Sedangkan, ruko dengan dasar HGB dapat dimiliki oleh orang-perseorangan kewarganegaraan Indonesia maupun badan hukum Indonesia (contoh: perseroan terbatas (PT), koperasi atau Commanditaire Vennootschap (CV)) (Pasal 36 ayat (1) UU 5/1960).

Namun, sesuai dengan definisi HGB di atas, hak ini hanya memberikan hak bagi pemiliknya untuk membangun bangunan gedung tanpa harus memiliki kepemilikan langsung atas tanah dari bangunan tersebut.

Baca juga: SIMBG Adalah: Portal untuk Mengurus Izin Pendirian Bangunan

Masa Berlaku HM dan HGB

Ruko dengan dasar HM, sesuai dengan definisinya, dapat dimiliki oleh pihak yang memiliki hak untuk memegang HM tanpa batas waktu dan dapat dialihkan secara turun menurun (Pasal 20 UU 5/1960).

Hak atas tanah HM hanya dapat hapus apabila tanahnya tersebut: 

  1. Jatuh kepada negara karena alasan-alasan yang telah diatur  (Pasal 27 UU 2/1960)
  2. Orang asing setelah berlakunya UU ini dengan tanpa wasiat atau percampuran harta, demikian warga negara Indonesia kehilangan kewarga-negaraannya (Pasal 21 ayat (3) UU 5/1060)
  3. Jual beli, hibah dan sejenisnya dengan wasiat (Pasal 26 ayat (2) UU 5/1960)
  4. Selain itu, hak atas tanah HM juga dapat hapus apabila tanah tersebut telah musnah (Pasal 27 huruf b UU 5/1960).

Sedangkan, HGB atas ruko itu sendiri hanya berlaku dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang paling lama 20 (dua puluh) tahun (Pasal 35 ayat (1) dan (2) UU 5/1960)

Pemerintah Indonesia dalam hal ini juga dapat memberikan jangka waktu HGB selama 80 (delapan puluh) tahun apabila kegiatan pelaku usaha memenuhi kriteria investasi yang tercantum pada Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU 25/2007).

Adapun alas hak HGB dapat hapus ketika (Pasal 40 UU 5/1960)

  1. Jangka waktunya berakhir; 
  2. Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena suatu syarat tidak dipenuhi; 
  3. Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir; 
  4. Dicabut untuk kepentingan umum; 
  5. Ditelantarkan; dan 
  6. Tanahnya musnah

Ketika jangka waktu atas hal tersebut habis, maka pelaku usaha wajib melepaskan atau mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain.

Tingkat Kuasa

Dalam kedudukan transaksi jual beli properti, HM memiliki tingkat yang lebih tinggi daripada HGB.

Hal ini salah satunya juga diakibatkan karena tanah HM memiliki jangka waktu yang panjang (tanpa batasan waktu) serta dapat untuk diwariskan. 

Sedangkan, alas hak tanah HGB hanya dapat dialihkan dengan batasan waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dan (2) UU 5/1960.

Baca juga: SLF Adalah: Izin Mendirikan Bangunan selain PBG

Pertimbangan Ruko SHM vs Ruko HGB

Jika dilihat dari penjelasan diatas tersebut, dapat diketahui bahwa sejatinya tanah HM lebih memiliki kekuatan secara hukum dibandingkan dengan hak HGB.

Namun, berkaitan dengan pertimbangan untuk membeli ruko HM atau HGB untuk usaha, maka pelaku usaha utamanya perlu untuk kembali melihat kewenangan kepemilikan tanah tersebut secara hukum.

Dalam hal ini, perlu dilihat dahulu apakah pihak yang hendak membeli ruko serta sebidang tanah HM tersebut berwenang untuk menguasai tanahnya secara hukum. 

Apabila pihak yang akan memegang kendali atas kepemilikan tanah HM tersebut merupakan sebuah entitas badan hukum, seperti halnya PT, maka pihak tersebut tidak dapat untuk menguasai tanah tersebut secara langsung.

Dalam kondisi tersebut, entitas badan hukum harus melakukan konversi tanah dari HM kepada HGB.

Sedangkan, apabila pihak yang akan memegang kendali atas kepemilikan tanah HM tersebut merupakan pelaku usaha orang-perseorangan berkewarganegaraan Indonesia, maka pihak tersebut dapat untuk menguasai ruko serta sebidang tanah HM tersebut.

Anda ingin bangun ruko tapi bingung dokumen legalitas apa saja yang perlu diurus? Serahkan saja pengurusannya kepada kami, Prolegal Indonesia.

Prolegal Indonesia berpengalaman dalam menangani berbagai urusan legalitas bisnis. Silakan hubungi kami dengan cara klik tombol di bawah ini. 

Author: Adhityo Adyahardiyanto

Editor: Genies Wisnu Pradana