Macam-Macam Legalitas untuk Industri Makanan

Macam-Macam Legalitas untuk Industri Makanan
Sumber foto: freepik.com

Macam-Macam Legalitas untuk Industri Makanan

“Industri makanan memerlukan beberapa perizinan agar terjamin legalitas usahanya.”

Usaha makanan, terlebih pangan olahan, merupakan salah satu jenis bisnis yang begitu dinikmati. Hal ini mengingat minat pasar terhadap makanan yang tidak pernah turun.

Industri makanan terbagi menjadi industri rumahan (usaha mikro dan kecil) dan industri makanan dengan skala menengah hingga besar.

Pelaku usaha wajib mengetahui beberapa izin dasar yang harus dipenuhi dalam bisnis industri makanan agar kegiatan usahanya terjamin legalitasnya.

Perlu diketahui bahwa setiap jenis industri makanan membutuhkan perizinan berusaha yang berbeda berdasarkan jenis klasifikasi usahanya dan risiko kegiatan usahanya.

Persyaratan dasar untuk perizinan berusaha dalam industri makanan juga menjadi kunci agar dapat memastikan keamanan konsumen serta keberlanjutan bisnis.

Tujuan utama dari adanya berbagai perizinan berusaha yang harus diurus adalah untuk melindungi kesehatan dan keselamatan konsumen serta menjaga integritas produk pangan.

Oleh karena itu, industri makanan diharapkan bisa mengendalikan risiko terhadap penyebaran penyakit dan menjaga ekosistem lingkungan hidup.

Lantas, apa saja jenis legalitas yang harus dimiliki industri makanan?

Baca juga: Izin Usaha, Kunci untuk Pengembangan Bisnis

Legalitas Pendirian Badan Usaha Industri Makanan

Sebelum membuka bisnis industri makanan, maka harus ditentukan terlebih dahulu bentuk badan usahanya.

Umumnya, industri makanan dengan skala menengah hingga besar akan berbentuk perseroan terbatas (PT) dan persekutuan komanditer (commanditaire vennootschap/CV).

Dalam proses pendiriannya, kedua badan usaha tersebut harus sama-sama memiliki akta pendirian notaris dan pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Ketentuan atas pendirian PT diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang sebagian ketentuannya diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU Cipta Kerja).

Kemudian, secara teknis pendirian PT diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 21 Tahun 2021 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Badan Hukum Perseroan Terbatas (Permenkumham 21/2021).

Sementara itu, untuk pendirian CV diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 17 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Perdata (Permenkumham 17/2018).

Baca juga: Perbedaan Badan Usaha Badan Hukum dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum

Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Industri Makanan

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, kini perizinan berusaha didasarkan atas tingkat risiko. Hal inilah yang dikenal dengan perizinan berusaha berbasis risiko.

Pelaku usaha industri makanan dapat mengurus perizinan berusaha berbasis risiko melalui sistem Online Single Submission (OSS)

Perizinan berusaha berbasis risiko diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP 5/2021).

Sementara itu, secara teknis diatur dalam Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Fasilitas Penanaman Modal (Peraturan BKPM 4/2021).

Baca juga: KBLI Banyak dalam Satu NIB, Apakah Boleh?

Salah satu data yang perlu dimasukkan ketika mengurus perizinan berusaha tersebut adalah kode Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI).

Sebagai contoh, berikut adalah beberapa kode KBLI dalam industri makanan: 

KBLI 10750

Mencakup industri makanan siap saji (diolah, dibumbui, dan dimasak) untuk tujuan diawetkan dalam kaleng atau dibekukan dan biasanya dikemas dan dilabel untuk dijual kembali.

KBLI 10520

Mencakup usaha industri pengolahan susu bubuk atau susu kental atau krimer kental, susu evaporasi, dengan pemanis atau tidak dan industri pengolahan susu atau krim dalam bentuk yang padat, dan produk sejenis lainnya.

Baca juga: KBLI Single Purpose, Bolehkah Melakukan Kegiatan Usaha Lain?

Setelah memilih kode KBLI yang tepat, maka dapat menentukan jenis perizinan berusaha berbasis risiko untuk industri makanan. Hal ini dilihat dari identifikasi tingkat risiko per KBLI kegiatan usaha.

Berdasarkan PP 5/2021, berikut jenis perizinan berusaha berbasis risiko:

  1. Tingkat risiko rendah, terdiri dari (Pasal 12 ayat (1) PP 5/2021):
    • Nomor Induk Berusaha (NIB).
  2. Tingkat risiko menengah rendah, terdiri dari (Pasal 13 ayat (1) PP 5/2021):
    • NIB; dan
    • Sertifikat Standar, dengan pernyataan mandiri dari pelaku usaha melalui sistem OSS.
  3. Tingkat risiko menengah tinggi, terdiri dari (Pasal 14 ayat (1) PP 5/2021):
    • NIB; dan
    • Sertifikat Standar, yang harus diverifikasi terlebih dahulu oleh pemerintah atau kementerian/lembaga terkait.
  4. Tingkat risiko tinggi, terdiri dari (Pasal 15 ayat (1) PP 5/2021):
    • NIB; dan
    • Izin.

Baca juga: Fungsi NIB sebagai Dokumen “Sakti” Pelaku Usaha

Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha Berbasis Risiko

Namun, sebelum mendapatkan perizinan berbasis risiko, diperlukan persyaratan dasar.

Beberapa di antaranya meliputi:

  1. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR).
  2. Persetujuan lingkungan, yang tergantung dari skala usaha dan tingkat risikonya, meliputi:
    • Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL);
    • Upaya Pengelolaan Lingkungan – Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL – UPL); atau
    • Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal).
  3. Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Berlaku bagi pemilik bangunan gedung untuj memproduksi pangan olahan.

Baca juga: KKPR alias Izin Lokasi, Poin Penting Kegiatan Usaha

Izin Produksi untuk Pangan Olahan

Izin produksi untuk makanan (pangan olahan) masuk dalam jajaran Perizinan Berusaha untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB UMKU), di antaranya meliputi izin edar pangan olahan dan SPP-IRT.

Adapun kepanjangan dari SPP-IRT adalah Sertifikat Pemenuhan Komitmen Produksi Pangan Olahan Industri Rumah Tangga, yang dulunya dikenal dengan Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga.

Dalam hal ini, izin edar pangan olahan diatur dalam beberapa peraturan, di antaranya:

  1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU 18/2012), yang beberapa ketentuannya diubah oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 (UU Cipta Kerja).
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan (PP 86/2019).
  3. Peraturan BPOM Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Pangan Olahan (Perka BPOM 27/2017) beserta perubahannya.
  4. Peraturan BPOM Nomor 10 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Obat dan Makanan (Peraturan BPOM 10/2021).

Sebagai tambahan, persyaratan SPP-IRT diatur dalam Peraturan BPOM Nomor 22 Tahun 2018 tentang Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (Peraturan BPOM 22/2018).

Baca juga: Daftar Pangan Olahan yang Wajib Punya Izin Edar BPOM

Sertifikasi Halal

Dalam bisnis pangan olahan yang mengklaim bahwa bahan bakunya halal, maka sertifikasi halal merupakan aspek yang harus dipenuhi.

Sertifikasi halal diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU 33/2014) dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (PP 39/2021)

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) 6 PP 39/2021, diatur bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

Baca juga: Daftar Nama Produk yang Tidak Bisa Mendapat Sertifikat Halal

Namun, apabila tidak mengandung bahan baku halal (haram), maka dikecualikan dari proses sertifikasi halal.

Kemudian, Sertifikat Halal yang diterbitkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) akan menjadi bukti bahwa produk tersebut memenuhi standar kehalalan yang ditetapkan oleh hukum dan syariat Islam.

Sedang mengurus legalitas industri makanan, namun masih bingung dengan prosedurnya? Silakan konsultasi pada Prolegal, dengan cara klik di sini

Author: Genies Wisnu Pradana

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi

Posted in ,