Wajib Tau! Berikut Kewajiban Sertifikat Halal Produk Makanan dan Minuman

Wajib Tau! Berikut Kewajiban Sertifikat Halal Produk Makanan dan Minuman

“Sertifikasi halal tersebut hanya diberikan kepada produk makanan dan minuman yang berasal dari bahan-bahan halal dan diproses secara halal”

Di tengah meningkatnya kesadaran akan pentingnya konsumsi yang sesuai dengan prinsip agama dan kepercayaan, sertifikat halal bagi produk makanan dan minuman telah menjadi suatu keharusan di Indonesia. 

Terlebih, sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim, kebutuhan akan jaminan kehalalan dalam konsumsi sehari-hari sangatlah penting. 

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia telah memberlakukan kewajiban sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman sebagai upaya untuk memastikan bahwa setiap produk yang beredar di pasaran telah memenuhi standar kehalalan yang ditetapkan.

Adapun hal ini ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal (PP 39/2021).

Dalam peraturan tersebut, dapat diketahui bahwa efektif pada 17 Oktober 2024, segala produk makanan dan minuman yang diedarkan di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal, kecuali produk tersebut berasal dari bahan-bahan yang diharamkan (Pasal 140 PP 39/2021).

Lantas, bagaimana ketentuan sertifikat halal produk makanan dan minuman dalam PP 39/2021? Simak selengkapnya!

Baca juga: Siap-Siap! Produk Ini Wajib Sertifikasi Halal di Tahun 2024

Produk Makanan dan Minuman yang Wajib Bersertifikasi Halal

Pada dasarnya, semua produk makanan dan minuman yang diedarkan dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikasi halal (Pasal 140 PP 39/2021).

Namun, sertifikasi halal tersebut hanya dapat diberikan kepada produk makanan dan minuman yang berasal dari bahan-bahan halal dan diproses secara halal (memenuhi Proses Produk Halal/PPH) (Pasal 3 PP 39/2021).

Pada dasarnya, bahan-bahan halal dapat diartikan sebagai bahan-bahan selain bahan yang diharamkan berdasarkan PP 39/2021. 

Secara spesifik, bahan-bahan yang diharamkan tersebut dapat berupa setiap bahan yang berasal dari dan/atau mengandung: (Penjelasan Pasal 6 ayat (1) PP 39/2021)

  1. Babi;
  2. Alkohol yang berasal dari pengolahan khamar;
  3. Hewan yang disembelih tidak sesuai syariat; dan 
  4. Bahan tidak halal yang ditetapkan berdasarkan fatwa MUI.

Baca juga: Ketahui Berikut Pihak yang Wajib Mengajukan Sertifikasi Halal dalam Bisnis Waralaba F&B

Khusus untuk produk makanan dan minuman yang memang diakui berasal dan/atau mengandung bahan-bahan yang diharamkan sebagaimana disebutkan di atas, maka terhadap produk tersebut tidak diwajibkan untuk memiliki sertifikasi halal (Pasal 2 ayat (2) PP 39/2021).

Melainkan, produk makanan dan minuman tersebut wajib untuk memberikan keterangan tidak halal (Pasal 92 ayat (1) PP 39/2021).

Keterangan tidak halal tersebut dapat berupa gambar, tanda, dan/atau tulisan yang dicantumkan pada:

  1. kemasan produk; 
  2. bagian tertentu dari produk; dan/atau
  3. tempat tertentu pada produk.

Selain itu, penting juga untuk diperhatikan bahwa tidak semua produk makanan dan minuman yang berasal dan/atau mengandung bahan-bahan halal dapat memperoleh sertifikat halal. 

Sebab, terdapat beberapa hal yang menyebabkan sertifikat halal akan sulit atau bahkan tidak akan pernah bisa terbit. 

Hal ini terjadi jika nama dan bentuk produknya tidak sesuai dengan syariat Islam, sehingga sertifikat halal tidak bisa diterbitkan. 

Berdasarkan Surat Keputusan LPPOM Majelis Ulama Indonesia Nomor SK46/Dir/LPPOM MUI/XII/14 tentang Ketentuan Penulisan Nama Produk dan Bentuk Produk (SK46/Dir/LPPOM MUI/XII/14), berikut ini merupakan nama produk yang tidak dapat disertifikasi halal: 

  1. Nama produk yang mengandung minuman keras;
  2. Nama produk yang mengandung nama setan. 
  3. Nama produk yang mengandung nama babi, anjing dan turunannya.
  4. Nama produk yang mengarah kepada hal-hal yang menimbulkan kekufuran dan kebatilan. 
  5. Nama produk yang mengandung kata-kata berkonotasi erotis, vulgar, dan/atau porno. 

Namun, ketentuan di atas tidak berlaku untuk nama produk yang termasuk dalam kategori: 

  1. Telah mentradisi, dikenal secara luas, dan dipastikan tidak mengandung unsur yang haram. 
  2. Merek produk yang mengandung nama produk haram lainnya. 
  3. Nama produk yang mengandung kata ‘seksi (sexy)’ dan ‘sensual’. 

Baca juga: Wajib Tau! Berikut Ketentuan Sertifikat Halal untuk Usaha Penyembelihan Hewan

Cara Mendapatkan Sertifikat Halal

Untuk melakukan pengurusan sertifikasi halal, maka pelaku usaha yang memproduksi atau mendistribusikan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong dapat mengajukan permohonan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) secara daring melalui https://ptsp.halal.go.id.

Sebelum mengajukan permohonan sertifikat halal, pelaku usaha harus menyertakan beberapa dokumen pelengkap, diantaranya: (Pasal 59 ayat (2) PP 39/2021).

  1. Data pelaku usaha, yang terdiri dari: Nomor Induk Berusaha (NIB). Perizinan berusaha lainnya (jika belum memiliki NIB, misalnya Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan sebagainya);
  2. Nama dan jenis produk atau jasa;
  3. Daftar produk dan bahan yang akan digunakan, terdiri dari: bahan baku, bahan tambahan dan/atau bahan penolong;
  4. Dokumen pengolahan produk, meliputi: pembelian, penerimaan, penyimpanan bahan yang digunakan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan produk jadi, dan distribusi; dan
  5. Dokumen sistem Jaminan Produk Halal (JPH).

Jika telah melengkapi semua dokumen, maka akan dilakukan pemeriksaan kehalalan produk sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh BPJPH, yang akan mencakup pemeriksaan validitas dokumen dan pengujian kehalalan produk tersebut. 

Baca juga: Bahan Baku, Bahan Tambahan Pangan, dan Bahan Penolong Dalam Ketentuan Sertifikat Halal Terbaru

Kewajiban terhadap Produk Makanan dan Minuman yang Bersertifikasi Halal

Adapun pelaku usaha yang telah melakukan sertifikasi halal wajib melakukan beberapa hal tertentu, di antaranya (PP 39/2021)

  1. Mencantumkan label halal terhadap produk yang telah mendapat sertifikat halal; 
  2. Menjaga kehalalan produk yang telah memperoleh sertifikat halal; 
  3. Memisahkan lokasi, tempat dan penyembelihan, alat pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian antara produk halal dan tidak halal; 
  4. Memperbarui sertifikat halal jika masa berlaku telah berakhir; dan 
  5. Melaporkan perubahan komposisi bahan kepada BPJPH.

Hasilnya akan menjadi penentuan halal untuk produk tersebut atau penentuan kehalalan produk atau jasa tersebut.

Anda ingin mengurus dokumen Sertifikat Halal untuk usaha anda tetapi masih bingung dengan caranya? Konsultasikan saja pengurusannya kepada kami, Prolegal Indonesia.

Prolegal Indonesia berpengalaman dalam menangani berbagai urusan legalitas bisnis. Silakan hubungi kami dengan cara klik tombol di bawah ini. 

Author: Adhityo Adyahardiyanto

Editor: Genies Wisnu Pradana