Merek Sudah Turun-temurun Digunakan pun Dapat Dicuri, Kok Bisa?

Merek Sudah Turun-temurun Digunakan pun Dapat Dicuri, Kok Bisa?

Merek Sudah Turun-temurun Digunakan pun Dapat Dicuri, Kok Bisa?

“Kerap kali, para pemilik merek yang sudah turun-temurun tersebut abai dalam perlindungan atas mereknya.”

Dunia bisnis yang semakin kompetitif pun menjadikan merek bukan hanya sekadar nama atau logo, melainkan juga aset berharga yang membedakan produk atau layanan dari kompetitornya. 

Namun, tidak sedikit merek turun-temurun, yang telah berkontribusi besar terhadap perkembangan suatu industri, rentan terhadap pencurian dan penyalahgunaan. 

Penting untuk diingat bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU 20/2016), suatu merek baru bisa mendapatkan perlindungan dari negara apabila telah didaftarkan terlebih dahulu oleh pemiliknya.

Lantas, mengapa merek turun temurun rentan terhadap pencurian? Kemudian, bagaimana dampaknya terhadap pemiliknya dan juga konsumen?

Baca juga: Tips agar Permohonan Pendaftaran Merek Diterima

Penyebab Merek Turun-temurun Dapat Dicuri

Penyebab utama suatu merek turun-temurun digunakan oleh orang lain tanpa seizin pemilik pertamanya adalah karena suatu merek tidak dilindungi dengan baik melalui mekanisme pendaftaran. 

Kerap kali, para pemilik merek yang sudah turun-temurun tersebut abai untuk mengecek apakah merek yang dimilikinya tersebut telah terdaftar atau belum.

Padahal, pendaftaran merek adalah hal yang krusial untuk dapat melindungi merek dari pencurian. 

Berdasarkan UU 20/2016, negara hanya memberikan hak eksklusif kepada pemilik yang mendaftarkan mereknya. Jika sudah mendapat hak eksklusif, maka dapat menggunakan atau memanfaatkan mereknya serta memberikan izin kepada orang lain untuk menggunakan mereknya tersebut (Pasal 1 angka 5 UU 20/2016).

Baca juga: Beberapa Alasan Pendaftaran Merek Bisa Ditolak

Dengan adanya hak eksklusif tersebut, maka timbul pula hak bagi pemilik merek terdaftar untuk menuntut atau melaporkan pihak yang diketahui menggunakan mereknya tanpa izin. 

Pemilik merek turun-temurun yang tidak mendaftarkan mereknya dapat berisiko ke depannya.

Salah satunya, merek tersebut berujung didaftarkan oleh orang lain. Akibatnya, akan sulit untuk mengklaim bahwa dirinya merupakan pemilik asli merek turun-temurun tersebut.

Terlebih, perlindungan merek di Indonesia menganut sistem first-to-file.

Sistem first to file mengartikan bahwa pihak yang lebih dulu melakukan permohonan pendaftaran, maka pihak tersebutlah yang berhak atas perlindungan dari suatu merek tersebut.

Baca juga: Perbedaan Merek dan Paten sebagai Objek Kekayaan Intelektual

Pendaftaran Merek sebagai Upaya Perlindungan

Pemilik merek turun-temurun yang belum mendaftarkan mereknya dapat segera mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM. 

Pendaftaran merek dapat diajukan oleh pemohon (pelaku usahanya sendiri) atau kuasanya (Konsultan Kekayaan Intelektual) kepada DJKI Kementerian Hukum dan HAM.

Ketentuan permohonan atas merek secara spesifik diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek (Permenkumham 67/2016) dan beberapa perubahannya dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 12 Tahun 2021 (Permenkumham 12/2021).

Baca juga: Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Perjanjian Lisensi Merek

Syarat

Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam pendaftaran merek meliputi (Pasal 3 Permenkumham 67/2016):

  1. Permohonan diajukan dengan mengisi formulir rangkap 2 dalam bahasa Indonesia.
  2. Pengajuan permohonan merek tersebut setidaknya memuat hal-hal berikut: 
    • Tanggal, bulan, dan tahun permohonan;
    • Nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon;
    • Nama lengkap dan alamat kuasa jika permohonan diajukan melalui kuasa;
    • Nama negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali dalam hal Permohonan diajukan dengan hak prioritas;
    • Label merek;
    • Warna jika merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur warna; dan
    • Kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau jenis jasa.
  3. Dalam mengajukan permohonan, juga harus melampirkan dokumen berikut: 
    • Bukti pembayaran biaya permohonan; 
    • Label merek sebanyak 3 lembar, dengan ukuran paling kecil 2 x 2 cm dan paling besar 9 x 9 cm;
    • Surat pernyataan kepemilikan merek; 
    • Surat kuasa, jika permohonan diajukan melalui kuasa; 
    • Bukti prioritas, jika menggunakan hak prioritas dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

Baca juga: Merek Tiga Dimensi: Definisi dan Cara Pendaftarannya

Prosedur

Setelah memastikan syarat dokumen yang diperlukan telah lengkap, berikut tata cara pendaftaran merek secara garis besar:

  1. Silakan registrasi akun pada laman DGIP Merek.
  2. Setelah membuat akun, klik menu ‘Tambah’ untuk membuat permohonan baru.
  3. Pesan kode billing dengan mengisi tipe, jenis, dan pilihan kelas dari merek yang akan didaftarkan pada aplikasi SIMPAKI.
  4. Setelah mendapatkan kode billing, lakukan pembayaran melalui aplikasi SIMPAKI sesuai dengan tagihan yang tertera.
  5. Isi formulir yang tersedia dengan lengkap dan benar.
  6. Jangan lupa untuk mengunggah data-data pendukung yang dibutuhkan untuk pendaftaran merek baru.
  7. Periksa kembali data-data yang Anda masukkan.
  8. Jika sudah sesuai, klik tombol ‘Selesai’.
  9. Permohonan pendaftaran merek baru diterima oleh DJKI.

Baca juga: Pasca Bulan Suci, Ini Perlindungan Merek Hampers Lebaran

Mekanisme Pengalihan Hak atas Merek Turun-temurun yang Sah

Apabila sebuah merek turun-temurun sudah terdaftar di DJKI, maka pemilik terakhir dari merek tersebut juga harus memastikan bahwa pihaknya telah tercatat sebagai pemilik terakhir dari merek tersebut. 

Sebab, setiap pengalihan hak atas merek terdaftar dimohonkan pencatatannya kepada Menteri Hukum dan HAM (Pasal 41 ayat (3) UU 20/2016)

Baca juga: 4 Merek Lokal yang Dikira Punya Negara Asing

Adapun prosedur pengalihan merek secara umum berdasarkan (Permenkumham 67/2016) adalah sebagai berikut:

  1. Permohonan pencatatan pengalihan hak atas merek terdaftar diajukan oleh pemilik merek atau kuasanya kepada Menteri Hukum dan HAM secara elektronik atau nonelektronik (Pasal 38 ayat (1) Permenkumham 67/2016).
  2. Pemilik merek atau kuasanya melampirkan dokumen persyaratan berupa (Pasal 39 Permenkumham 67/2016):
    • Bukti pengalihan hak atas merek, yang terdiri dari:
      • Fatwa waris;
      • Surat wasiat;
      • Akta wakaf;
      • Akta hibah;
      • Akta perjanjian; atau
      • Bukti lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
    • Sertifikat merek, petikan resmi merek terdaftar, atau bukti permohonan;
      • Akta badan hukum (apabila penerima hak merupakan badan hukum);
      • Identitas pemohon;
      • Surat kuasa (jika diajukan melalui kuasa); dan
      • Bukti pembayaran biaya.
  3. Dilakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dokumen persyaratan selama jangka waktu 15 hari.
  4. Jika dokumen tidak lengkap, maka pemohon wajib melengkapi persyaratan selama 3 bulan. Apabila dalam 3 bulan pemohon tidak melengkapi persyaratan, maka permohonan dianggap ditarik kembali (Pasal 43 dan 44 Permenkumham 67/2016).
  5. Jika hasil pemeriksaan dinyatakan lengkap, Menteri Hukum dan HAM melakukan pencatatan pengalihan hak merek dalam jangka waktu 6 bulan.
  6. Selanjutnya, Menteri Hukum dan HAM mengumumkan pengalihan hak atas merek yang telah dicatatkan dalam Berita Resmi Merek (Pasal 45 ayat (1) dan (2) Permenkumham 67/2016).

Anda hendak melakukan pengalihan merek, namun bingung dengan ketentuannya? Silakan konsultasi dengan Prolegal Indonesia, dengan cara klik tombol di bawah ini. 

Author: Adhityo Adyahardiyanto

Editor: Genies Wisnu Pradana