Bank Digital: Syarat dan Ketentuan Perizinannya di Indonesia

Bank Digital: Syarat dan Ketentuan Perizinannya di Indonesia
Sumber ilustrasi: freepik.com

Bank Digital: Syarat dan Ketentuan Perizinannya di Indonesia

“Pihak yang dapat mengoperasikan bank digital di Indonesia hanyalah bank yang berbadan hukum Indonesia (BHI).”

Jenis layanan bank digital memungkinkan masyarakat untuk mengakses layanan perbankan secara digital dengan mudah, hanya melalui sentuhan jari dari telepon genggam saja.

Hal ini sebagaimana dikutip dari Bisnis.com (1/2/2024), Bank BCA, Bank BRI, dan Bank Mandiri sebagai bank-bank besar di Indonesia kini memiliki anak usaha yang bergerak di bidang layanan bank digital.

Dengan adanya bank digital tersebut, nasabah kini dapat dengan mudah melakukan transfer uang hingga membayar tagihan-tagihan tanpa perlu datang secara fisik ke ATM.

Baca juga: Syarat dan Legalitas untuk Menjadi Agen Laku Pandai (Bank)

Masih mengutip dari Bisnis.com, pangsa pasar bank digital di Indonesia cukup menggiurkan.

Sebagai contoh, Bank Mandiri. Dengan layanan bank digital Livin by Mandiri, Bank Mandiri mampu mencatatkan 2,8 miliar transaksi dengan nilai lebih dari Rp3.271 triliun pada tahun 2023 lalu.

Melihat tingginya lalu lintas dan penggunaan bank digital tersebut, hal ini kemudian menarik perhatian sejumlah investor yang hendak untuk berinvestasi pada sektor ini.

Dalam rangka membuka bank digital di Indonesia, sejatinya terdapat beberapa persyaratan dan legalitas yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha terlebih dahulu.

Lantas, apa saja syarat dan perizinan yang dibutuhkan untuk membuka bank digital di Indonesia? Simak selengkapnya!

Baca juga: Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Pedagang dalam Investasi Emas Digital

Syarat Pendirian Bank Digital di Indonesia

Pihak yang dapat mengoperasikan bank digital di Indonesia hanyalah bank yang berbadan hukum Indonesia (BHI). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 25 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.03/2021 Tahun 2021 tentang Bank Umum (POJK 12/2021).

Lebih lanjut, bank digital adalah bank BHI yang menyediakan dan menjalankan kegiatan usaha, terutama melalui saluran elektronik tanpa kantor fisik selain kantor pusat atau menggunakan kantor fisik terbatas (Pasal 1 angka 22 POJK 12/2021).

Hal ini dapat dilakukan melalui pendirian bank BHI baru sebagai bank digital atau transformasi dari bank BHI menjadi bank digital  (Pasal 25 POJK 12/2021).

Baca juga: Perbedaan Badan Usaha Badan Hukum dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum

Dalam beberapa kasus, kerap dilakukan akuisisi bank BHI untuk kemudian ditransformasikan sebagai bank digital di Indonesia. 

Sebagai contoh, Bank BCA yang mengakuisisi bank BHI PT Bank Royal Indonesia untuk ditransformasikan menjadi BCA Digital.

Namun, dengan adanya ketentuan POJK 12/2021, membuat adanya kemungkinan bagi pelaku usaha untuk dapat mendirikan bank BHI baru guna keperluan pembentukan layanan bank digitalnya.

Dalam rangka mendirikan BHI di Indonesia, maka beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha di antaranya:

  1. Memiliki modal disetor paling sedikit Rp10 triliun Rupiah (Pasal 12 ayat (1) POJK 12/2021);
  2. Didirikan oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia. BHI juga dapat didirikan oleh warga negara indonesia dan/atau badan hukum indonesia dengan warga negara asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan (dengan kepemilikan paling banyak 99% dari modal disetor) (Pasal 13 ayat (1) dan (2) POJK 12/2021); dan
  3. Memperoleh Persetujuan Prinsip dan Izin Usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Pasal 12 POJK 12/2021).

Pelaku usaha bank digital di Indonesia juga harus memiliki setidaknya satu kantor fisik sebagai Kantor Pusat dengan juga mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang diberlakukan untuk bank BHI sebagaimana diatur dalam POJK 12/2021 dan peraturan perundang-undangan lainnya (Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 30 POJK 12/2021).

Baca juga: Syarat Pendirian PT Persekutuan Modal Pasca UU Cipta Kerja

Rencana Bisnis Pendirian Bank Digital

Kemudian, calon pelaku usaha bank digital di Indonesia yang hendak melakukannya melalui pendirian bank BHI nantinya harus membuat suatu rencana bisnis (Pasal 26 ayat (2) huruf b POJK 12/2021)

Rencana bisnis tersebut memuat sejumlah upaya pemenuhan persyaratan, yakni (Pasal 24 ayat (1) POJK 12/2021):

  1. Memiliki model bisnis dengan penggunaan teknologi yang inovatif dan aman dalam melayani kebutuhan nasabah;
  2. Memiliki kemampuan untuk mengelola model bisnis perbankan digital yang pruden dan berkesinambungan;
  3. Memiliki manajemen risiko secara memadai; 
  4. Memenuhi aspek tata kelola termasuk pemenuhan direksi yang mempunyai kompetensi di bidang teknologi informasi dan kompetensi lain sesuai dengan ketentuan OJK mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan;
  5. Menjalankan perlindungan terhadap keamanan data nasabah; dan
  6. Memberikan upaya yang kontributif terhadap pengembangan ekosistem keuangan digital dan/atau inklusi keuangan.

Baca juga: Marak Pinjol Ilegal, Berikut Ketentuan Legalitas dan Sanksinya

Mengurus Persetujuan Prinsip dan Izin Usaha Bank

Diperlukan adanya bank BHI terlebih dahulu yang dijadikan landasan dari pengoperasian bank digital di Indonesia.

Saat ini, perizinan Bank BHI dilakukan dalam dua tahap, yakni (Pasal 14 POJK 12/2021):

  1. Persetujuan Prinsip; dan
  2. Izin Usaha.

Baca juga: Izin Operasional Kantor Cabang, Bisakah Diurus pada Sistem OSS?

Persetujuan Prinsip

Dalam rangka memperoleh Persetujuan Prinsip, salah satu calon pemilik atau calon Pemegang Saham Pengendali (PSP) dari bank tersebut mengajukan permohonan kepada OJK (Pasal 15 ayat (1) POJK 12/2021).

Permohonan tersebut harus disertai dengan sejumlah dokumen dan data yang sesuai dengan ketentuan Pasal 15 POJK 12/2021.

Nantinya, OJK akan memberikan jawaban (persetujuan atau penolakan) terhadap permohonan Persetujuan Prinsip tersebut paling lama 60 hari kerja setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap (Pasal 16 ayat (1) POJK 12/2021).

Apabila permohonan disetujui OJK dan Persetujuan Prinsip diberikan, maka persetujuan tersebut hanya berlaku untuk jangka waktu 6 bulan dan dapat diperpanjang (atas pertimbangan OJK) (Pasal 17 ayat (1) dan (3) POJK 12/2021). 

Selama jangka waktu tersebut, pelaku usaha diharuskan untuk menyelesaikan persiapan pendirian bank BHI nya di Indonesia dengan mengurus Izin Usaha. 

Apabila setelah lewat jangka waktu tersebut calon pelaku usaha bank BHI belum mengajukan permohonan Izin Usaha, maka Persetujuan Prinsip tersebut dinyatakan tidak berlaku (Pasal 17 ayat (4) POJK 12/2021).

Baca juga: PB UMKU Adalah: Izin Operasional/Komersial dalam Implementasi OSS RBA

Izin Usaha

Dalam rangka mengurus Izin Usaha bank BHI, maka pihak yang telah memperoleh Persetujuan Prinsip tersebut dapat mengajukannya kepada OJK dengan menyertakan sejumlah dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 18 POJK 12/2021.

Nantinya, OJK akan memberikan jawaban (persetujuan atau penolakan) terhadap permohonan Izin Usaha tersebut paling lama 60 hari kerja setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap (Pasal 19 ayat (1) POJK 12/2021).

Bank BHI yang telah memperoleh izin usaha dari OJK harus melaksanakan kegiatan usaha perbankan paling lama 60 hari kerja sejak Izin Usaha diterbitkan serta melaporkan pelaksanaan kegiatan usaha paling lama 10 hari kerja setelah tanggal pelaksanaan kegiatan operasional (Pasal 20 ayat (1) dan (2) POJK 12/2021).

Selain perizinan tersebut, pendirian bank di Indonesia juga perlu memperhatikan pengurusan Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai identitas pelaku usaha.

Ingin mengurus pendirian perusahaan sekaligus legalitasnya, akan tetapi masih bingung dengan berbagai prosedurnya?

Prolegal Indonesia berpengalaman dalam menangani berbagai urusan legalitas bisnis. Silakan hubungi kami dengan cara klik tombol di bawah ini. 

Author: Adhityo Adyahardiyanto

Editor: Genies Wisnu Pradana