Tingkat Risiko dalam Izin Edar Pangan Olahan BPOM Terbaru

Tingkat Risiko dalam Izin Edar Pangan Olahan BPOM Terbaru
Ilustrasi logo legalitas makanan

Tingkat Risiko dalam Izin Edar Pangan Olahan BPOM Terbaru

“Kategorisasi produk pangan olahan berdasarkan tingkat risiko akan berdampak terhadap persyaratan dokumen yang dibutuhkan dalam pengurusan Izin Edar BPOM.”

Produk pangan olahan di Indonesia saat ini menunjukan peningkatan dari sisi permintaan konsumen.

Hal ini berjalan secara beriringan dengan banyaknya pengurusan Izin Edar Pangan Olahan yang diajukan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belakangan ini.

Sebagaimana diketahui, Izin Edar Pangan Olahan dari BPOM merupakan suatu bentuk persetujuan wajib dari BPOM kepada produsen atau distributor atas suatu produk pangan olahan agar dapat diproduksi dan diedarkan di Indonesia. 

“Pangan olahan” yang dimaksud adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. 

Dalam rangka mengurus Izin Edar Pangan Olahan, pelaku usaha perlu untuk memahami ketentuan tingkat risiko dari suatu pangan olahan yang hendak didaftarkan.

Baca juga: Ketentuan Izin Edar Pangan Olahan BPOM untuk Registrasi Baru

Sebab, saat ini BPOM membedakan pendaftaran produk sesuai dengan tingkat risiko dari masing-masing jenis pangan olahan yang hendak diurus tersebut.

Ketentuan tersebut dituangkan dalam peraturan terbaru, yakni Peraturan BPOM Nomor 23 Tahun 2023 tentang Registrasi Pangan Olahan (Peraturan BPOM 23/2023).

Lantas, apa yang dimaksud dengan tingkat risiko dari suatu pangan olahan dan dampaknya terhadap pengurusan izin edar? Simak selengkapnya!

Baca juga: Catat! Berikut Ketentuan Iklan Produk Pangan Olahan

Kategori Tingkat Risiko Pangan Olahan BPOM

Saat ini, registrasi baru untuk pengurusan Izin Edar Pangan Olahan dibedakan berdasarkan tingkat risiko yang terdiri atas (Pasal 20 ayat (1) Peraturan BPOM 23/2023):

  1. Tingkat risiko menengah rendah;
  2. Tingkat risiko menengah tinggi; dan
  3. Tingkat risiko tinggi.

Penentuan tingkat risiko ini dilihat berdasarkan jenis pangan olahan yang hendak diajukan izin edarnya (Lampiran III Peraturan BPOM 23/2023).

Contoh dari tingkat risiko tinggi adalah pangan olahan yang termasuk dalam kategori berikut, yakni:

  1. Produk pangan olahan untuk keperluan gizi khusus.
  2. Produk pangan berklaim.
  3. Produk pangan produk rekayasa genetika.
  4. Produk iradiasi.
  5. Produk pangan yang menggunakan bahan tambahan pangan.
  6. Produk bahan tambahan pangan.
  7. Produk minuman beralkohol.
  8. Produk pangan olahan dengan proses pasteurisasi.
  9. Produk sterilisasi komersial/teknologi baru lainnya.

Baca juga: Sistem Baru ereg RBA, Ini Dampaknya terhadap Izin Edar Pangan Olahan

Kemudian, contoh dari tingkat risiko menengah tinggi adalah pangan olahan yang wajib memiliki sertifikasi Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) dan tidak memiliki kategori-kategori sebagaimana dimaksud dalam pangan olahan dengan tingkat risiko tinggi.

Lebih lanjut, contoh pangan dengan tingkat risiko menengah rendah adalah pangan olahan yang tidak wajib memiliki  sertifikasi Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) dan tidak memiliki kategori-kategori sebagaimana dimaksud dalam pangan olahan dengan tingkat risiko tinggi.

Nantinya, BPOM akan melakukan penilaian kembali terhadap kajian penentuan tingkat risiko pangan olahan yang diajukan oleh pelaku usaha dalam setiap proses pengurusan izin edar tersebut (Pasal 20 ayat (3) Peraturan BPOM 23/2023).

Baca juga: Ketentuan Label dalam Pangan Olahan Industri Rumah Tangga (PIRT)

Syarat Dokumen untuk Mengurus Izin Edar Pangan Olahan 

Persyaratan dokumen yang dibutuhkan dalam pengurusan Izin Edar Pangan Olahan dapat dilihat dari kategorisasi tingkat risiko.

Secara spesifik, dokumen persyaratan yang wajib disertakan untuk masing-masing pangan olahan sesuai dengan tingkat risikonya adalah sebagai berikut (Lampiran IV Peraturan BPOM 23/2023):

Tingkat Risiko Tinggi

  1. Komposisi atau daftar bahan yang digunakan termasuk keterangan asal Bahan Baku Pangan tertentu dan atau BTP
  2. Proses produksi.
  3. Informasi tentang masa simpan.
  4. Informasi tentang kode produksi.
  5. Rancangan label.
  6. Foto produk yang menampilkan semua keterangan pada label dengan jelas dan terbaca (untuk produk impor).
  7. Terjemahan label selain bahasa Inggris dari penerjemah tersumpah.
  8. Sertifikat Kesehatan atau Sertifikat Bebas Jual (untuk produk impor).
  9. Surat Penunjukan berupa surat perjanjian dari perusahaan di negara asal.
  10. Hasil analisis produk akhir (Certificate of Analysis) cemaran logam berat, cemaran kimia, dan cemaran mikroba (dikecualikan untuk produk yang telah memiliki izin penerapan Program Manajemen Risiko (PMR), atau BTP.
  11. Hasil analisis zat gizi (untuk produk yang mencantumkan Informasi Nilai Gizi).
  12. Hasil analisis persyaratan mutu/karakteristik dasar.
  13. Spesifikasi BTP dan/atau Bahan Baku Pangan tertentu yang memuat antara lain asal bahan, keterangan Produk Rekayasa Genetik, kandungan BTP ikutan, jenis BTP, kandungan kloramfenikol pada madu.
  14. Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia.
  15. Izin penerapan PMR (untuk yang memiliki).

Baca juga: Perizinan OSS RBA: Jenis, Syarat, Tata Cara, dan Fiturnya

Tingkat Risiko Menengah Tinggi

  1. Komposisi atau daftar bahan yang digunakan termasuk keterangan asal Bahan Baku Pangan tertentu dan atau BTP.
  2. Proses produksi.
  3. Informasi tentang masa simpan.
  4. Informasi tentang kode produksi.
  5. Rancangan label.
  6. Foto produk yang menampilkan semua keterangan pada label dengan jelas dan terbaca (untuk produk impor).
  7. Terjemahan label selain Bahasa Inggris dari penerjemah tersumpah.
  8. Sertifikat Kesehatan atau Sertifikat Bebas Jual (untuk produk impor).
  9. Surat Penunjukan berupa surat perjanjian dari perusahaan di negara asal.
  10. Hasil analisis produk akhir (Certificate of Analysis) BTP.
  11. Hasil analisis zat gizi (untuk produk yang mencantumkan Informasi Nilai Gizi).
  12. Spesifikasi BTP dan/atau Bahan Baku Pangan tertentu yang memuat antara lain asal bahan, keterangan Produk Rekayasa GenetiK, kandungan BTP ikutan, jenis BTP, kandungan kloramfenikol pada madu.
  13. Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia.
  14. Izin penerapan PMR (untuk yang memiliki).

Baca juga: PB UMKU Adalah: Izin Operasional/Komersial dalam Implementasi OSS RBA

Tingkat Risiko Menengah Rendah

  1. Komposisi atau daftar bahan yang digunakan termasuk keterangan asal Bahan Baku Pangan tertentu dan atau BTP.
  2. Proses produksi.
  3. Informasi tentang masa simpan. 
  4. Informasi tentang kode produksi. 
  5. Rancangan label.
  6. Foto produk yang menampilkan semua keterangan pada label dengan jelas dan terbaca (untuk produk impor).
  7. Terjemahan label selain Bahasa Inggris dari penerjemah tersumpah.
  8. Sertifikat Kesehatan atau Sertifikat Bebas Jual (untuk produk impor).
  9. Surat Penunjukan berupa surat perjanjian dari perusahaan di negara asal.
  10. Hasil analisis zat gizi (untuk produk yang mencantumkan Informasi Nilai Gizi).
  11. Spesifikasi BTP dan/atau Bahan Baku Pangan tertentu yang memuat antara lain asal bahan, keterangan Produk Rekayasa Genetik, kandungan BTP ikutan, jenis BTP, kandungan kloramfenikol pada madu.
  12. Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia.

Bingung urus Izin Edar Pangan Olahan untuk bisnis Anda?

Serahkan saja pada Prolegal Indonesia yang berpengalaman dalam menangani berbagai urusan legalitas bisnis. Silakan hubungi kami dengan cara klik tombol di bawah ini. 

Author: Adhityo Adyahardiyanto

Editor: Bidari Aufa Sinarizqi